1.300 Siswa Makassar Terancam Tidak Dapat Ijazah

1.300 Siswa Makassar Terancam Tidak Dapat Ijazah

MAKASSAR, KOMPAS.com - Sebanyak 1.300 siswa di Kota Makassar terancam tidak mendapatkan ijazah karena tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Hal ini diungkapkan oleh Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, dalam keterangan persnya pada Kamis (16/1/2025).

Wali Kota yang akrab disapa Danny Pomanto menjelaskan bahwa masalah ini merupakan keteledoran dari Dinas Pendidikan Kota Makassar.

Penemuan ini bermula dari pengakuan salah satu kepala sekolah yang akan pensiun. Dia menyatakan bahwa ada sekitar 2.000 siswa yang tidak terdaftar di Dapodik dan dinyatakan ilegal.

Namun, setelah dilakukan verifikasi, jumlah siswa yang tidak terdaftar ternyata hanya 1.300.

"Awalnya kepala sekolah yang hendak pensiun itu mengungkap masalah ini kepada saya jika ada sekitar 2.000 siswa ilegal. Tapi setelah kita cek, yang tidak terdaftar dalam Dapodik sebanyak 1.300 siswa," ungkapnya.

Danny menjelaskan lebih lanjut bahwa siswa-siswa tersebut tidak terdaftar di Dapodik karena gagal dalam seleksi sistem zonasi dan afirmasi.

Namun, Pemerintah Kota Makassar telah menyiapkan jalur solusi untuk mengatasi masalah ini.

"Siswa yang masuk jalur solusi inilah, mereka tidak terdaftar di Dapodik. Karena banyak siswa yang ingin masuk di sekolah favorit di Kota Makassar, namun kursi yang disiapkan sudah melebihi. Jadi ini siswa yang masuk jalur solusi dibuatkan kursi sendiri dan tidak terdaftar," jelasnya.

Wali Kota Makassar juga menegaskan bahwa ia telah memerintahkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar yang baru untuk segera berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan guna mencari solusi terkait masalah ini.

"Tidak bisa tidak, semua siswa harus terdaftar dan nanti akan menerima ijazah. Jadi sudah selesai masalah ini, setelah Plt Kadis Pendidikan yang baru ke pemerintah pusat. Jadi sudah terdaftar 1.300 an siswa yang sebelumnya tidak masuk Dapodik," bebernya.

Danny juga meminta agar masalah ini diusut tuntas, mengingat adanya kecurigaan terhadap praktik pungutan liar (pungli) saat penerimaan siswa baru.

"Ini masalah harus diusut tuntas, karena ada dugaan pungli saat penerimaan siswa. Ada dugaan praktik jual beli kursi untuk masuk sekolah favorit," tegasnya.

Sumber