146.094 KJP Pelajar Terputus, DPRD: Berikan Hak Mereka Kembali
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta Agustina Hermanto atau Tina Toon meminta Dinas Pendidikan (Disdik) memberikan kembali Kartu Jakarta Pintar (KJP) ke 146.094 pelajar yang bantuannya sempat terputus, jika pelajar tersebut dari keluarga kurang mampu.
Sebaliknya, jika memang siswa tersebut tidak berhak menerima bantuan pendidikan karena dari kalangan mampu, datanya harus segera dihapus.
"Di-clear-kan saja, kalau memang tidak layak atau mereka mampu, dijelaskan supaya tidak kaos. Tapi, kalau memang tidak mampu, tolong berikan haknya kembali," ucap Tina dalam rapat bersama Disdik di Gedung DPRD Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (13/12/2024).
Tina mengatakan, Komisi E akan memantau kinerja Disdik dalam verifikasi penyaluran KJP dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) agar permasalahan tak lagi terjadi.
"Setelah itu nanti kami lihat (hasilnya), kami evaluasi beberapa hari ke depan itu dijalankan enggak sama Dinas Pendidikan," imbuhnya.
Tina pun meminta Disdik melakukan tindakan nyata, bukan hanya janji-janji saja.
"Hasil rapat ini jangan cuma omon-omon saja. Ini di meja kami ada data berapa yang terputus (KJP). Tolong tindakan nyata saja," ujar Tina.
Adapun dari data yang dipaparkan dalam rapat terkait pemadanan data dan verifikasi pendaftar KJP Plus tahap II Tahun 2024, sebanyak 669.716 data telah dilakukan penyesuaian anggaran.
Anggaran tersebut meng-cover jumlah penerima KJP Plus maksimal sebanyak 523.622. Dengan demikian, 146.094 pelajar terputus KJP-nya.
Sementara saat ditemui usai rapat, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jakarta Sarjoko menyampaikan penyebab pelajar tak mampu mendapatkan KJP.
"Kalau itu pasti hanya kasuistik. Kami tetap pengin harus tepat sasaran. Tapi tepat sasarannya harus seleksi dengan parameter-parameter," ucapnya.
Sarjoko mengatakan, Disdik akan melakukan verifikasi untuk menguji apakah siswa memenuhi syarat sebagai penerjma KJP atau tidak.
"Kami memverifikasi dengan data sekunder tadi. Datanya dari DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), Bapenda (Badan Pendapatan Daerah), Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil) sebagai alat untuk meyakini supaya tepat sasaran," ucapnya.