152 Pengungsi Rohingya Kembali ke Aceh Selatan setelah Ditolak di Banda Aceh
BANDA ACEH, KOMPAS.com - Setelah bertahan selama 12 jam di Kota Banda Aceh, sebanyak 152 warga Rohingya terpaksa kembali ke Kabupaten Aceh Selatan.
Perjalanan yang melelahkan bagi para pengungsi ini tidak mendapatkan respons positif dari pihak berwenang setempat.
Para pengungsi, yang terdiri dari laki-laki, perempuan, dan anak-anak, awalnya berangkat dari Aceh Selatan sekitar pukul 23.30 WIB, Rabu (6/11/2024), menggunakan lima unit truk.
Mereka tiba di Kota Banda Aceh sekitar pukul 09.30 WIB, Kamis (7/11/2024), dengan tujuan utama menuju kantor Kanwil Kemenkumham Aceh.
Setibanya di lokasi, mereka tidak diberikan izin untuk turun dan bahkan ditolak untuk memasuki pekarangan kantor.
Petugas keamanan langsung menutup pintu pagar, sehingga para pengungsi tidak memiliki akses ke dalam gedung tersebut.
Setelah tidak mendapatkan kejelasan mengenai nasib mereka, para sopir truk berusaha membawa pengungsi tersebut berpindah lokasi.
Namun, karena tidak tahu arah dan kepastian tempat penurunan, mereka akhirnya kembali ke lokasi awal.
Selama berada di depan kantor, para pengungsi juga menghadapi penolakan dari mahasiswa asal Aceh Selatan yang meminta agar mereka tidak dikembalikan ke daerah asal.
Penolakan ini semakin meningkat menjelang maghrib, di mana sejumlah pemuda di depan gedung Balai Meuseuraya Aceh (BMA) memasang spanduk menolak evakuasi pengungsi ke lokasi tersebut.
Di depan kantor Kanwil Kemenkumham, pemuda Lingke juga menggelar aksi serupa, mendesak sopir truk untuk segera memindahkan para pengungsi.
Akibatnya, para sopir terpaksa membawa pengungsi tersebut menjauh dari lokasi dan menepi di sekitar bundaran Simpang Mesra.
Setelah hampir dua jam menunggu di sana, para sopir akhirnya memutuskan untuk membawa kembali pengungsi ke Aceh Selatan.
Salah seorang sopir truk, Jalaluddin, mengungkapkan kekecewaannya terhadap situasi yang dihadapi.
"Saya hanya sebagai pengemudi, kami tidak tahu apa-apa. Kami seperti korban. Saya hanya disuruh bawa mereka (pengungsi), tapi setelah sampai ke Banda Aceh kami malah dibiarkan begitu saja tanpa kepastian," ujarnya.
Akibat ketidakpastian tersebut, Jalaluddin dan rekan-rekan sopir lainnya memilih untuk kembali.
"Iya kami kembali lagi. Di mana kami jemput (pengungsi) di situ kami balikkan lagi," tambahnya, sambil mengeluhkan kelelahan fisik yang dirasakannya.
Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh, Meurah Budiman, menjelaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menunjuk dan membawa para pengungsi ke kantor mereka.
"Itu sesuai dengan Perpres 125/2016 pasal 24. Kewenangan Kanwil Kemenkumham dan kantor imigrasi adalah pada tataran pengawasan, pendataan, dan verifikasi saat mereka mendarat, dan itu sudah kami laksanakan," katanya.
Meurah menambahkan bahwa setelah dibawa ke kantornya, Kanwil Kemenkumham tidak memiliki kewenangan untuk menentukan lokasi penempatan pengungsi.
"Kami hanya melakukan koordinasi dengan gubernur, Pj Bupati Aceh Selatan, dan UNHCR. Tinggal sekarang kita menunggu keputusan kepala daerah yang punya wilayah tempat tinggal," tuturnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pengungsi Rohingya tersebut tidak memiliki kewarganegaraan, sehingga mereka tidak bisa ditempatkan di rumah detensi imigrasi atau dikembalikan ke negara asal.
"Warga negara asing yang ditempatkan di rumah detensi imigrasi itu adalah mereka yang akan dikembalikan ke negara asal yang habis izin tinggalnya," pungkasnya.