18 Polisi Pemeras WNA di DWP, Akankah Sanksi Tegas Ditegakkan?
JAKARTA, KOMPAS.com - Setidaknya 18 oknum polisi ditangkap karena diduga memeras warga negara asing (WNA) yang menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Minggu (15/12/2024).
Para oknum polisi tersebut berasal dari jajaran Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polres Metro Kemayoran.
Hingga kini, perkembangan penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut patut dinantikan, sebab masih belum diketahui apakah korban dan saksi sudah dimintai keterangan.
Ketidakjelasan ini menimbulkan tanda tanya besar akankah kasus ini mampu menembus tembok tebal birokrasi untuk sampai pada penegakan hukum yang sejati?.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, mengingatkan, jemput bola adalah langkah yang harus segera dilakukan oleh kepolisian jika belum dilakukan.
Hal itu untuk memberikan kepastian bahwa penyelidikan sejumlah polisi terkait kasus dugaan pemerasan terhadap WNA Malaysia di DWP tetap ditindaklanjuti.
“Saya kira pasti akan dimintai keterangan. Itu adalah tugas dari Polri untuk melengkapi semua berkas kasusnya. Bagaimanapun juga, entah di mana tempat tinggal korban, polisi harus mendatanginya untuk melengkapi berkas dan meminta keterangan,” ujar Edi kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2024).
Edi Hasibuan menegaskan, tindakan para oknum polisi tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat. Ia menyatakan perlunya tindakan tegas, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), jika bukti yang cukup telah ditemukan.
“Artinya (jika) itu merupakan pidana. Jangan dibiarkan, karena bagaimanapun juga ini tidak bisa diterima. Apalagi warga negara asing yang datang ke sini harusnya mendapatkan pelayanan, bukan diperas-peras,” kata Edi.
Harapan ini menggambarkan kerinduan akan keadilan yang tidak lagi menjadi sekadar janji kosong.
Edi menyampaikan bahwa publik sangat menginginkan institusi kepolisian menjadi lebih baik secara keseluruhan.
Kejadian itu sangat memprihatinkan dan membuat masyarakat kecewa, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga berpotensi mendapat sorotan dari dunia internasional.
“Jangan sampai yang terjadi seperti ini, ya. Ini sangat memprihatinkan dan membuat masyarakat kecewa, bukan hanya di Indonesia, tapi juga akan disorot oleh dunia internasional,” ujar Edi.
Sementara itu, Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo, dengan tegas menyuarakan komitmen institusi untuk memberikan sanksi kepada para pelaku yang mencederai kepercayaan masyarakat.
“Kami memastikan bahwa setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri akan ditindak tegas, sebagai komitmen kami untuk menjaga kepercayaan publik,” ujar Trunoyudo pada Jumat (20/12/2024).
Polri tidak akan memberikan ruang bagi oknum yang mencoreng nama baik institusi.
Optimisme mengiringi pernyataannya bahwa investigasi akan dilakukan dengan profesionalisme tinggi dan transparansi untuk menjamin keadilan.
“Kami memastikan tidak ada tempat bagi oknum yang mencoreng institusi,” kata Trunoyudo.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah korban, termasuk WNA asal Malaysia, Singapura, dan Thailand, melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi di area DWP.
Salah satu korban, Ilham (26), bukan nama sebenarnya, paspornya sempat ditahan oleh petugas dan hanya dikembalikan setelah rekannya memberikan uang sebesar Rp 200.000.
Unggahan di media sosial turut memperkuat sorotan terhadap insiden ini. Akun X @Twt_Rave dan Instagram @ez.rawr menggambarkan pengalaman serupa, yang menunjukkan pola pemerasan terhadap penonton DWP 2024.
Kasus ini merefleksikan rapuhnya kepercayaan publik terhadap institusi yang semestinya menjadi penjaga keadilan.
Namun, dari kerapuhan itu, tersimpan harapan besar bahwa ini akan menjadi momen penting bagi Polri untuk menunjukkan komitmen sejatinya terhadap integritas.
Penanganan kasus ini bukan hanya sekadar kewajiban, tetapi juga sebuah titik balik yang menentukan arah masa depan institusi.