2 Cerita Rakyat Pekalongan, Salah Satunya Dewi Lanjar

2 Cerita Rakyat Pekalongan, Salah Satunya Dewi Lanjar

KOMPAS.com - Ada beberapa cerita rakyat Pekalongan, antara lain Dewi Lanjar dan Ki Ageng Cempaluk.

Cerita rakyat Pekalongan tersebut mengisahkan mengenai kepercayaan terhadap penguasa laut dan kisah terjadinya suatu wilayah.

Keberadaan cerita rakyat tersebut menjadi salah satu kekayaan budaya Pekalongan. 

Berikut ini adalah beberapa cerita rakyat Pekalongan.

Kisah Dewi Lanjar merupakan legenda hidup di masyarakat Pekalongan.

Dewi Lanjar dikisahkan sebagai seorang putri yang berparas cantik jelita, yang awalnya bernama Dewi Rara Kuning.

Dewi Rara Kuning hidup di salah satu wilayah di Pekalongan dan harus menjalani kehidupan yang berat.

Dalam usia yang sangat muda, Dewi Rara Kuning telah menyandang status janda. Suaminya meninggal dunia tidak berapa lama setelah mereka menikah.

Peristiwa tersebut membuat Dewi Rara Kuning dijuluki Dewi Lanjar.

Lanjar adalah sebutan untuk perempuan yang bercerai dari suaminya, saat masih muda dan belum memiliki anak.

Setelah kematian suaminya, Dewi Lanjar selalu terlihat merana dan sedih.

Menyadari bahwa kehidupan tidak baik-baik saja, Dewi Lanjar memutuskan pergi meninggalkan kampung halamannya.

Dewi Lanjar akhirnya tiba di Sungai Opak dan bertemu dengan Raja Mataram bersama Mahapatih Singaranu, yang tengah bertapa mengapung di atas air sungai tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, Dewi Lanjar menceritakan isi hatinya, termasuk keinginan hatinya untuk tidak nikah lagi.

Raja Mataram dan Mahapatih Singaranu merasa iba dan menyarankan Dewi Lanjar bertapa di pantai selatan serta menghadap Kanjeng Ratu Kidul.

Setelah mereka berpisah, Dewi Lanjar mencoba saran tersebut dan kemudian dia pergi ke pantai selatan untuk bertapa.

Berkat keteguhan dan keyakinan hatinya dalam melaksanakan saran Raja Mataram, Dewi Lanjar tiba-tiba menghilang (moksa) dan bertemu Kanjeng Ratu Kidul.

Dalam pertemuan tersebut, Dewi Lanjar kemudian memohon untuk dijadikan anak buah dan permohonan tersebut dikabulkan.

Pada suatu ketika, Dewi Lanjar diperintah oleh Kanjeng Ratu Kidul untuk mencegah Raden Bahu yang akan membuka Hutan Gambiran di Pekalongan.

Namun, Dewi Lanjar tidak berhasil mencegah Raden Bahu sesuai perintah Kanjeng Ratu Kidul.

Karena upayanya tidak berhasil, Dewi Lanjar memutuskan tidak kembali ke pantai selatan.

Dewi Lanjar justru memohon izin kepada Raden Bahu untuk tinggal di Pekalongan.

Raden Bahu mengizinkan Dewi Lanjar bermukim di Pekalongan, bahkan keputusan tersebut juga mendapat persetujuan dari Kanjeng Ratu Selatan.

Dalam kisah tersebut juga ada yang menyebutkan bahwa Dewi Lanjar adalah adik Nyi Roro Kidul.

Terkait dengan masa lalu Dewi Lanjar, masyarakat Pekalongan percaya bahwa jika ada anak yang bermain di pantai lalu hilang, anak tersebut dibawa Dewi Lanjar.

Apabila anak tersebut berhasil ditemukan kembali, mereka umum akan mengatakan bahwa dirinya tersesat di sebuah keraton atau wilayah yang masyaakatnya gemar membatik, menjadi nelayan, berdagang, atau tukang.

Kondisi masyarakat tersebut, seperti masyarakat Pekalongan.

Hingga timbul kepercayaan di masyarakat bahwa anak yang hilang di pantai utara Jawa artinya dibawa oleh Dewi Lanjar, penguasa laut utara Jawa.

Dewi Lanjar juga dipercaya sebagai tokoh spiritual agama Islam yang mempunyai sejarah panjang setara Walisongo. Bahkan Dewi Lanjar disebut mempunyai gelar hajjah.

Sebagian masyarakat juga percaya bahwa bahwa Dewi Lanjar mampu mendatangkan keberkahan.

Beberapa cara dilakukan untuk mendapatkan berkah tersebut, seperti menginap berhari-hari, bertapa, atau sekedar memanjatkan doa.

Kisah Ki Ageng Cempaluk terkait dengan asal-usul Desa Legokkalong.

Ki Ageng Cempaluk merupakan seorang prajurit tanding Kerajaan Mataram Islam dan Kerajaan Pajang.

Nama asli Ki Ageng Cempaluk Tumenggung Kya Ngabehi Bahurekso. Dia juga dikenal dengan beberapa nama, yaitu Ki Gede Hasan Pekalongan dan Ki Ageng Ngerang.

Ki Ageng Cempaluk adalah ayah dari Tumenggung Bahureksa atau Jaka Bahu. Kehidupannya berada di akhir masa kesultanan Pajang dan awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam.

Ki Ageng Cempaluk dan Jaka Bahu mempunyai hubungan yang erat dengan Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam.

Karena dikenal kesaktiannya, Ki Ageng Cempaluk pernah mendapatkan tugas dariTumenggung Adipati Dipokusumo, penguasa Kadipaten Kleyangangan (saat ini Kecamatan Subah, Kabupaten Batang).

Tugasnya adalah membuka Alas Roban untuk perluasan wilayah kadipaten, terutama untuk area pertanian dan pemukiman.

Upaya pembukaan lahan tersebut merupakan hal yang berat.

Mengingat usianya sudah renta, Ki Ageng Cempaluk menyerahkan tugas tersebut kepada anaknya, Jaka Bahu.

Cerita Ki Ageng Cempaluk terkait dengan beberapa desa di Pekalongan, salah satunya adalah Desa Legokkalong.

Ki Ageng Cempaluk memiliki kebiasaan bertapa dari satu tempat ke tempat lainnya dan kerap meninggalkan jejak di tempat yang disinggahinya.

Dalam suatu perjalanan, Ki Ageng Cempaluk berhenti di sebuah pohon besar.

Ia memperoleh firasat buruk dan memutuskan bersemedi di bawah pohon tersebut.

Pada saat semedi, muncul sekelompok makhluk menyeramkan yang mengganggu Ki Ageng Cempaluk.

Makhluk-makhluk menyeramkan ini marah kepada Ki Ageng Cempaluk, hingga menyerang tubuhnya.

Namun saat menyerang Ki Ageng Cempaluk, makhluk-makhluk tersebut malah merasa kepanasan dan akhirnya menghilang.

Jin-jin yang menghilang tersebut ternyata memiliki anak, yang menangis saat tahu bahwa mereka ditinggalkan.

Peristiwa tersebut membuat makhluk-makhluk itu mengutuk Ki Ageng Cempaluk. Yang mana, jika Ki Ageng cempaluk mempunyai anak maka dia akan ditiggalkan oleh istrinya.

Namun Ki Ageng Cempaluk tidak takut dengan ancaman jin. Bahkan ia mencabut pohon besaryang menjadi tempat tinggal jin dan membuangnya ke arah timur.

Bekas pohon tersebut menjadi legokan dan tanahnya berkurang.

Ki Ageng Cempaluk memberi tanda daerah tersebut dengan nama Legokkalong.

Nama Legokkalong berasal dari dua kata, yaitu legok yang artinya lekukan dan kalong yangartinya berkurang.

Setelahnya, para pengikut Ki Ageng Cempaluk diperintah untuk menempati daerah itu segera.

Suatu saat, Ki Ageng Cempaluk merasa lapar karena perbekalan yang dibawa telah habis.

Seorang dari rombongan Ki Ageng Cempaluk kemudian berjalan ke arah timur dan mencari buah-buahan, akhirnya dia memperoleh duku dan durian.

Ki Ageng Cempaluk kemudian menyebut daerah tersebut sebagai Dukusari, karena banyak pohon duku di daerah tersebut.

Keberhasilan Ki Ageng Cempaluk dalam menata Desa Legokkalong, akhirnya desa tersebut menjadi ramai dan sejahtera.

Sumber

www.kompas.com (Penulis Ini Tanjung Tani| editor Widya Lestari Ningsih)

repositori.kemdikbud.go.id

 

 

Sumber