211 WNI Dideportasi dari Arab Saudi, Menteri P2MI Sebut Tak Terkait Haji atau Umrah
MALANG, KOMPAS.com - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia akan menerima kepulangan sejumlah 211 Warga Negara Indonesia (WNI) yang dideportasi dari Arab Saudi.
Hal itu disampaikannya saat memberikan pidato dalam kegiatan Seminar Nasional ‘Menyiapkan Sumber Daya Manusia Unggul Berdaya Saing Global’ di Universitas Islam Malang (Unisma) pada Sabtu (11/1/2025).
"Sebenarnya ada tiga acara yang jadwalnya tumpang tindih atau bersamaan hari ini, sebenarnya sangat penting salah satunya menerima deportasi dari Arab Saudi sebanyak 211 orang, dan saya diperintah langsung oleh Istana Negara untuk menerima," kata Karding, Sabtu (11/1/2025).
Diduga ratusan WNI tersebut merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang berangkat secara nonprosedural atau ilegal.
Saat diwawancarai, Karding menyampaikan bahwa para WNI yang dideportasi ini tidak ada hubungannya dengan haji dan umrah.
Mereka rencananya akan dipulangkan hari ini, Sabtu (11/1/2025), dari Arab Saudi.
"Mereka sudah ditangani oleh Kementerian Luar Negeri di sana, di Jeddah, di Arab, lalu nanti dipulangkan hari ini, lalu kita bertanggung jawab memulangkan mereka ke rumahnya," kata Karding secara singkat.
Sedangkan, saat memberikan pidatonya, Karding menyampaikan bahwa pihaknya memperkirakan saat ini ada sekitar 6 juta PMI ilegal yang bekerja di luar negeri. Lebih banyak daripada PMI legal yang jumlahnya 5,2 juta orang.
Dari jumlah tersebut, sekitar 90 persen mengalami ketidakadilan atau eksploitasi perdagangan orang.
"Banyak PMI mendapatkan perlakuan tak adil, pertama karena berangkat nonprosedural, mereka biasanya berangkat dari desa lewat perantara, calo, atau sindikat tertentu yang mengorganisir mereka untuk berangkat, bukan dengan visa kerja," katanya.
Dia menjelaskan bahwa apabila PMI berangkat dengan cara ilegal, maka pemerintah tidak bisa membantu apabila terjadi masalah.
"Di sana, negara tidak bisa membantu karena kita tidak punya datanya, siapa pengirimnya, dia bekerja di mana, spesifikasi keterampilannya apa, perjanjian kerjanya ada atau tidak, jumlahnya lebih banyak dari yang prosedural," sambungnya.
Karding menyampaikan bahwa pemerintah saat ini tengah memiliki perhatian terhadap perlindungan para PMI yang dapat menyumbangkan devisa negara kedua terbesar setelah migas.
"Kementerian P2MI baru dibentuk oleh Pak Prabowo untuk mengurus pekerja migran Indonesia dari hulu ke hilir. Pak Prabowo mempunyai atensi tinggi terhadap PMI. Ketika saya diundang ke Kertanegara, salah satu mandatnya adalah jangan sampai ada rakyat yang bekerja di luar negeri mengalami eksploitasi, perlakuan tak adil, dan jangan sampai terjadi human trafficking atau TPPO. Beliau meminta kualitas perlindungan PMI diperbaiki," ungkapnya.
Karding juga tidak segan untuk mencopot dan memproses hukum apabila ada pegawainya yang terlibat dalam praktik pemberangkatan PMI secara ilegal.
"Saya bilang kepada staf saya di kementerian, jangan-jangan orang cari yang gampang, nonprosedural karena pelayanan kita yang panjang, rumit, ruwet, berbelit-belit, mahal, dan ada pungutan tambahan. Ini yang berat, makanya saya bilang kita tidak mentolerir tindakan-tindakan moral hazard seperti ini, akan kita sikat agar pelayanan bagus," katanya.