3 Jenderal Militer Korsel Dinonaktifkan Buntut Darurat Militer
Kementerian Pertahanan Korea Selatan (Korsel) menonaktifkan tiga jenderal senior yang dianggap terlibat dalam darurat militer singkat pada pekan ini, yang melibatkan pengerahan tentara bersenjata ke gedung parlemen.
"Kementerian Pertahanan telah melaksanakan pemisahan dan penangguhan tugas bagi tiga pemegang jabatan penting… terkait dengan situasi saat ini pada 6 Desember," demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Korsel pada 6 Desember, seperti dilansir AFP dan kantor berita Yonhap, Sabtu (7/12/2024).
Ketiga jenderal yang dinonaktifkan dari tugasnya itu, menurut Kementerian Pertahanan Korsel, terdiri atas Kepala Komando Pertahanan Ibu Kota Letnan Jenderal Lee Jin Woo, Kepala Komando Perang Khusus Militer Korsel Letnan Jenderal Kwak Jong Geun, dan Komandan Kontra Intelijen Letnan Jenderal Yeo In Hyung.
Ditambahkan oleh Kementerian Pertahanan bahwa Yeo telah dipindahkan ke unit lainnya.
Nama Kwak Jong Geun sempat menjadi pembahasan media ketika dia menuturkan dirinya menolak perintah dari mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Kim Yong Hyun untuk menyeret keluar para anggota parlemen dari gedung Majelis Nasional ketika darurat militer diberlakukan secara singkat pada Selasa (3/12) malam.
"Saya tidak memenuhi tugas itu, meskipun saya mengetahui bahwa itu merupakan pembangkangan karena berdasarkan penilaian saya, menyeret keluar para anggota parlemen jelas-jelas merupakan tindakan ilegal," ujar Kwak saat berbicara kepada para anggota parlemen Korsel dari kubu oposisi pada Jumat (6/12).
Langkah menonaktifkan tiga jenderal Korsel itu dilakukan saat kritikan menghujani peran militer selama darurat militer singkat berlangsung pekan ini dan ketika adanya kekhawatiran, yang sebagian besar muncul dari kubu oposisi utama, mengenai pemberlakuan darurat militer kedua dalam waktu dekat.
Presiden Yoon Suk Yeol mengejutkan rakyat Korsel saat menetapkan darurat militer, pada Selasa (3/12) malam, atas dasar menjaga negara tersebut dari ancaman "kekuatan komunis Korea Utara (Korut)" dan menghilangkan "elemen anti-negara". Itu menjadi darurat militer pertama di Korsel sejak tahun 1980-an silam.
Lihat Video Upaya Deklarasi Darurat Militer Kedua di Korea Selatan Terdeteksi
[Gambas Video 20detik]
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Penetapan darurat militer itu menangguhkan pemerintahan sipil, dengan nyaris 300 tentara sempat dikerahkan dan mengepung gedung parlemen, atau Majelis Nasional di Seoul.
Namun mayoritas anggota parlemen Korsel, yang dikuasai oposisi, berhasil menggelar voting untuk menolak darurat militer tersebut dan mendesak Yoon untuk mencabutnya. Darurat militer itu hanya berlangsung enam jam setelah Yoon mengumumkan pencabutannya pada Rabu (4/12) dini hari.
Yoon menyampaikan pidato pada Sabtu (7/12) pagi, yang merupakan pidato pertamanya sejak darurat militer pekan ini, di mana dia meminta maaf kepada rakyat Korsel karena telah menimbulkan "kegelisahan dan ketidaknyamanan" selama penetapan darurat militer.
Namun Yoon tidak mengumumkan pengunduran dirinya seperti diharapkan banyak pihak. Dia menyatakan dirinya menyerahkan nasib jabatannya kepada partainya, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang kini berkuasa di Korsel.
Yoon dalam pernyataannya juga membantah rumor soal darurat militer kedua di Korsel. "Ada rumor bahwa darurat militer akan diberlakukan lagi. Biar saya perjelas. Tidak akan pernah ada darurat militer kedua," tegasnya.
Buntut darurat militer itu, Yoon kini sedang diselidiki kepolisian atas tuduhan pemberontakan. Dakwaan pemberontakan merupakan tindak kejahatan yang melampaui kekebalan presiden, dan memiliki ancaman hukuman mati.
Dia juga menghadapi upaya pemakzulan setelah partai-partai oposisi mengajukan mosi pemakzulan atas tuduhan sang Presiden Korsel itu telah "sangat melanggar konstitusi dan hukum". Voting untuk mosi pemakzulan itu dijadwalkan akan digelar pada Sabtu (7/12) malam.
Lihat Video Upaya Deklarasi Darurat Militer Kedua di Korea Selatan Terdeteksi
[Gambas Video 20detik]