3 Petinggi Smelter Swasta Dituntut 6-14 Tahun Bui di Kasus Korupsi Timah
Tiga petinggi smelter swasta di kasus dugaan korupsi pengelolaan timah dituntut 6 hingga 14 tahun penjara. Jaksa menyakini ketiganya terlibat dalam kasus tersebut.
Tiga petinggi smelter swasta itu adalah Suwito Gunawan alias Awi selaku beneficial owner PT Stanindo Inti Perkasa, Robert Indarto selaku Direktur PT Sariwiguna Binasentosa sejak 30 Desember 2019, dan Rosalina selaku General Manager Operasional PT Tinindo Internusa sejak Januari 2017-2020. Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).
"Hal-hal yang memberatkan. Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Perbuatan terdakwa turut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang besar, termasuk kerugian keuangan negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang masif. Terdakwa tidak merasa bersalah," kata jaksa saat membacakan pertimbangan tuntutan Rosalina.
"Hal-hal yang meringankan. Terdakwa belum pernah dihukum," imbuh jaksa.
Jaksa mengatakan Suwito dan Robert juga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Suwito, Robert, dan Rosalina juga dituntut pidana denda.
Hanya Rosalina yang tak dituntut membayar uang pengganti. Jaksa menyakini Rosalina melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Suwito Gunawan dan Robert Indarto diyakini jaksa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Berikut detail tuntutannya
Suwito Gunawan dituntut 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta uang pengganti Rp 2.200.704.628.766,6 (Rp 2,2 triliun) subsider 8 tahun kurungan
Robert Indarto dituntut 14 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan Rp 1.920.273.791.788,36 (Rp 1 triliun) subsider 8 tahun kurungan
Rosalina dituntut 6 tahun penjara, denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Sidang dakwaan Suwito, Robert dan Rosalina digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (28/8/2024). Ketiganya diadili dalam berkas terpisah.
Jaksa mengatakan kasus korupsi ini merugikan negara Rp 300 triliun. Kerugian itu berasal dari kerja sama PT Timah, yang merupakan BUMN, dengan sejumlah smelter swasta.
Kerja sama itu disebut dilakukan dengan harga lebih tinggi dan tanpa kajian. Kerugian juga dihitung dari kerusakan ekosistem akibat penambangan ilegal.
Jaksa mengatakan Suwito dan Robert menerima triliunan dari kasus dugaan korupsi pengelolaan timah serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hanya Rosalina yang tak didakwa melakukan TPPU.
Jaksa mengatakan Suwito, Robert dan Rosalina membeli dan mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Mereka juga melakukan pertemuan dengan 27 pemilik smelter swasta, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah.
Jaksa mengatakan Suwito, Robert, Rosalina dan smelter swasta lainnya melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait kerja sama sewa peralatan processing pelogaman tanpa didahului study kelayakan dan tak tertuang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB lima smelter swasta. Mereka juga membuat perusahaan boneka agar bijih timah itu dapat dikirimkan ke perusahaannya dengan penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) Pengangkutan di Wilayah IUP PT Timah.
"Terdakwa Suwito Gunawan alias Awi baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan MB Gunawan membentuk perusahaan cangkang atau boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi, CV Rajawali Total Persada, seolah-olah sebagai mitra jasa pemborongan yang akan diberikan Surat Perintah Kerja (SPK) Pengangkutan di Wilayah IUP PT Timah dan melalui perusahaan cangkang atau boneka tersebut," kata jaksa.
"Terdakwa Suwito Gunawan alias Awi dan MB Gunawan membeli dan/atau mengumpulkan biji timah dari penambang illegal di wilayah IUP PT Timah. Selanjutnya bijih timah tersebut dibeli oleh PT Timah, dan dikirim ke PT Statindo Inti Perkasa sebagai pelaksanaan Kerja sama sewa menyewa peralatan processing antara PT Timah Tbk dengan PT Statindo Inti Perkasa," imbuh jaksa.
Singkat cerita, kesepakatan harga sewa peralatan processing penglogaman timah itu disepakati dengan harga USD3.700 per ton untuk PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, dan CV Venus Inti Perkasa. Jaksa mengatakan Suwito dkk juga menyerahkan uang ‘pengamanan’ yang seolah dijadikan dana Coorporate Social Responsibility (CSR) ke Harvey Moeis yang mewakili smelter swasta PT Refined Bangka Tin.