37 dari 46 TPA di Jateng Overload, Pengelolaan Sampah Jadi Masalah Mendesak
SEMARANG, KOMPAS.com - Dari total 46 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Jawa Tengah, sebanyak 37 TPA telah melebihi kapasitas tampung atau mengalami overload.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah, Widi Hartanto menekankan perlunya perbaikan dalam pengelolaan sampah dan penghentian praktik pembuangan terbuka (open dumping) di seluruh TPA di wilayah tersebut.
Widi mengungkapkan bahwa alokasi anggaran pemerintah untuk pengelolaan sampah selama ini masih dianggap kurang.
Akibatnya, hampir seluruh TPA di Jawa Tengah belum dapat menerapkan pengelolaan sanitary landfill atau control landfill yang memerlukan infrastruktur pendukung.
"Ada 37 TPA yang masih kurang sempurna, belum ada upaya-upaya. Misalnya di Kota Tegal dan Kota Pekalongan, perlu dukungan pemerintah. Sebagian besar kendala adalah keterbatasan anggaran, karena menangani sampah biayanya tidak sedikit," ungkap Widi saat dikonfirmasi pada Jumat (10/1/2025).
Praktik open dumping tidak hanya berbahaya bagi lingkungan, tetapi juga mempercepat penuhnya kapasitas TPA.
Penerapan sistem sanitary landfill, di mana sampah yang dibuang ke TPA harus ditimbun dengan tanah secara rutin, diharapkan dapat menjadi solusi.
"Kalau sistem sanitary (landfill) pada ketinggian tertentu (sampah) diberi tanah urug, diratakan, nanti diisi lagi, penuh ditutup lagi," lanjutnya.
Meskipun demikian, Widi enggan menjelaskan secara perinci mengenai TPA yang sudah mengalami overload.
Dia mendorong pemerintah kabupaten dan kota untuk meningkatkan anggaran pengelolaan sampah sebagai tindak lanjut dari arahan Menteri Lingkungan Hidup yang mewajibkan penerapan sanitary landfill di seluruh TPA paling lambat tahun 2026.
"Penganggaran kabupaten/kota diprioritaskan agar TPA-nya bisa control landfill, memang harus menambah biaya, minimal pengadaan tanah dan perataan," tegasnya.
Selain itu, Widi juga mendorong pengadaan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) untuk mengatasi masalah overload di TPA, khususnya di kawasan perkotaan.
"Prioritas TPST di kota, karena teman-teman di sana tidak punya lahan, tidak seperti di kabupaten," jelasnya.
Dia menambahkan bahwa untuk membangun TPST, harus berjarak minimal 500 meter dari pemukiman warga, sementara untuk TPA minimal jarak 1 kilometer dari pemukiman.
Hal ini menyulitkan pemerintah dalam membuka lahan TPA baru.
"Jadi di kota agak susah, makanya Kota Magelang selama ini membuang sampah ke kabupaten dengan kerja sama. Solusinya adalah TPST, bukan ditaruh begitu saja open dumping atau sanitary, karena lama-lama juga penuh," tandas Widi.