AAUI Ungkap Kemungkinan Lebih Banyak Sengketa Klaim Asuransi, Ini Penyebabnya
Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengungkap kemungkinan potensi adanya lebih banyak sengketa klaim antara perusahaan asuransi dan nasabah setelah terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
MK menyatakan norma Pasal 251 KUHD bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung atau berdasarkan putusan pengadilan.
Adapun pasal 251 KUHD menyebutkan, ”Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal.”
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Umum AAUI Budi Herawan saat merespons putusan MK tersebut.
"Iya [ada kemungkinan lebih banyak sengketa klaim asuransi pasca putusan MK]," kata Budi ditemui usai konferensi pers di Jakarta pada Selasa (7/1/2025).
Namun demikian, Budi mengatakan apabila ada sengketa klaim, salah satu pihak tidak dapat memutuskan sendiri. Dia menyebut harus ada kesepakatan dua belah pihak melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).
"Kalau kita berdua enggak setuju baru lah ke pengadilan," kata Budi.
Secara keseluruhan, Budi berharap putusan MK tidak memberikan dampak signifikan bagi industri asuransi. Namun justru mendorong pendewasaan dan pembelajaran bagi sektor perasuransian, meskipun diperlukan waktu untuk sosialisasi dan penyesuaian kebijakan.
"Tapi saya sih berharap bentuknya positif. Proses pembelajaran, pendewasaan daripada industri perasuransian khususnya ke depan," kata Budi.
Budi mengatakan pada prinsipnya AAUI juga menghormati proses hukum yang telah berlangsung dan tentunya hasil keputusan MK. Dia menyebut pihaknya memahami implikasi penting dari putusan ini bagi industri asuransi dan pemegang polis khususnya untuk asuransi umum. Oleh karena itu, AAUI telah dan akan mengambil langkah-langkah.
Pertama, AAUI bersama pihak-pihak terkait sedang melakukan pengkajian mendalam atas isi dan implikasi putusan MK. Kedua, Budi mengatakan pihaknya akan mengkaji ulang ketentuan dalam polis asuransi umum yang berlaku memastikan bahwa ketentuan tersebut sejalan dengan hukum dan semangat keadilan sebagaimana diamanatkan di dalam putusan ini.
Ketiga, AAUI akan segera melakukan sosialisasi kepada seluruh anggota AAUI untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai implikasi hukum dan operasional dari keputusan ini.
"Selanjutnya, kami berharap keputusan MK ini akan membawa dampak positif bagi industri asuransi di Indonesia. Kami percaya bahwa dengan implementasi yang tepat, keputusan ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi atau perasuransian," katanya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Bidang Kerja Sama Antar Lembaga & Anggota dan Hubungan Internasional AAUI Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa industri asuransi harus melakukan introspeksi, baik dari sisi nasabah maupun perusahaan asuransi sebagai penanggung. Dia menekankan bahwa langkah utama yang akan diambil adalah memperketat proses underwriting untuk mencegah terjadinya fraud.
"Nah, dari sisi kami, dari penanggung tentunya nantinya untuk mencegah hal-hal yang bersifat fraud tadi, proses underwriting kami harus menjadi lebih ketat. Itu pasti. Karena enggak bisa lagi kami pakai [Pasal] 251,” kata Iqbal.
Iqbal menyoroti pentingnya penyesuaian redaksional atau wording pada polis asuransi pasca putusan MK terkait Pasal 251 KUHD. Dia menjelaskan bahwa ke depannya, jika terdapat informasi yang tidak diungkapkan oleh tertanggung dan tidak terdeteksi dalam proses Know Your Customer (KYC) awal, maka klausul tambahan akan dimasukkan dalam polis. Langkah ini, menurut Iqbal, bertujuan untuk menciptakan proses yang lebih adil bagi kedua belah pihak.
Sementara itu, Kuasa Hukum AAUI Richard Haullussy menegaskan bahwa putusan MK ini tidak serta-merta memihak salah satu pihak, baik tertanggung maupun penanggung. Menurutnya, dalam praktiknya, tertanggung tetap memiliki hak untuk mengajukan tuntutan jika ada penolakan klaim yang dirasa tidak adil.
"Dan proses yang ada, berjalan tersebut sebetulnya hasilnya, kalau kita rekan-rekan melihat bahwa secara awam bahasanya, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang," kata Richard.