Ahli Forensik Digital Kritik Pengambilan CCTV Kasus Jessica Wongso

Ahli Forensik Digital Kritik Pengambilan CCTV Kasus Jessica Wongso

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli forensik digital Rismon Hasiholan Sianipar mengungkapkan bahwa bukti rekaman CCTV dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Kafe Olivier, Grand Indonesia, diambil oleh teknisi yang bekerja di kafe tersebut.

Menurut dia, teknisi itu bukan pihak berwenang untuk mengambil rekaman CCTV sebagai barang bukti.

“Kedua, (pengambilan CCTV) dilakukan oleh seorang teknisi, bukan seorang yang dinamakan Digital Evidence Specialist yang diatur dalam ISO 27037,” ujar Rismon dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (4/11/2024).

Rismon menjelaskan bahwa rekaman CCTV yang dihadirkan dalam persidangan memiliki ukuran 32 GB, padahal total rekaman dari seluruh CCTV di Kafe Olivier mencapai 900 GB.

“Pertanyaannya, bagaimana seorang teknisi CCTV memilah, memilih 32 GB dari 900 GB dan dijadikan barang bukti (dalam persidangan),” tambah Rismon.

Ia juga menyoroti perbedaan jumlah file rekaman CCTV yang dianalisis oleh dua ahli forensik digital dalam persidangan tahun 2016.

“Ahli forensik digital Muhammad Nur Al-Azhar mengatakan ia menerima 29 file. Sementara, Christopher Hariman Rianto mengatakan, dia menerima 13 file dari penyidik di flashdisk 32 GB,” jelas Rismon.

Perbedaan jumlah file ini menimbulkan tanda tanya karena kedua ahli tersebut menganalisis kasus yang sama.

“Jadi, isinya sudah tidak konsisten, 29 file atau 13 file,” katanya.

Sebelumnya, Jessica Kumala Wongso kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung terkait kasus kopi sianida.

Jessica bersama kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, mendaftarkan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (9/10/2024).

"Jadi begini, saya datang ke tempat ini, ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini untuk mendaftarkan permohonan Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung yang telah dijatuhkan kepada Jessica," kata Otto.

Otto menyebut bahwa PK adalah hak setiap pihak berperkara yang merasa tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan.

Berkas PK ini, dengan nomor No.7/Akta.Pid.B/2024/PN.Jkt.Pst tanggal 9 Oktober 2024, akan diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku sebelum diajukan ke Mahkamah Agung.

Sumber