Ahli Nilai Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan Bisa Pulihkan Kerugian Negara
Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho menyoroti wacana pnerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa pemidanaan. Menurutnya perampasan aset tanpa pemidanaan bisa memulihkan kerugian negara.
Dia menjelaskan untuk menerapkan penerapan NCB di Indonesia, perlu ada perbaikan, baik dari sisi regulasi maupun budaya hukum. Hardjuno menilai, Indonesia membutuhkan regulasi yang secara khusus mengatur mekanisme NCB agar dapat berjalan efektif.
"Dalam banyak kasus, kondisi seperti meninggalnya pelaku atau kurangnya alat bukti sering kali menghambat proses hukum pidana. Di sinilah NCB menjadi relevan, karena memungkinkan negara untuk merampas aset tanpa harus menunggu pelaku dinyatakan bersalah," kata Hardjuno melalui keterangan tertulis, Rabu (18/12/2024).
Dia menuturkan regulasi NCB membutuhkan pendekatan hukum perdata yang terpisah dari hukum pidana. Dia khawatir akan terjadi tumpang tindih aturan jika regulasi tersebut digabung dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Jika digabungkan dengan UU Tipikor, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih yang menghambat implementasi NCB," ujarnya.
Hardjuno juga menyoroti beberapa tantangan dalam penerapan NCB. Salah satunya adalah resistensi politik dan birokrasi.
"Banyak kasus korupsi melibatkan aktor-aktor dari sektor politik dan birokrasi, yang bisa saja menghambat pelaksanaan instrumen ini. Dibutuhkan keberanian politik dan komitmen yang kuat dari pemerintah," jelasnya.
Dia menekankan perlunya sistem pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. Sehingga tidak melanggar prinsip keadilan.
"Perampasan aset tanpa pemidanaan harus dilakukan secara transparan, dengan tetap menghormati hak asasi manusia. Proses ini tidak boleh melanggar prinsip keadilan, terutama terhadap pihak ketiga yang tidak terlibat dalam tindak pidana," ucapnya.
Selain itu, perlu ada kerja sama internasional dalam mengimplementasikan NCB. Sebab, sebagian besar aset hasil korups disembunyikan di luar negeri.
"Sebagian besar aset hasil korupsi sering disembunyikan di luar negeri. Indonesia perlu memperkuat perjanjian bantuan hukum timbal balik dengan negara-negara lain, terutama yang menjadi surga bagi aset koruptor," kata dia.
"Kita bisa belajar dari mereka. Dengan pendekatan yang tepat, NCB bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk memerangi korupsi," tambahnya.
Hardjuno berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang saat ini sedang dibahas dapat segera disahkan dengan kerangka hukum yang jelas dan implementasi yang matang. Dia optimistis Indonesia dapat menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi.
"RUU ini penting untuk memberikan landasan hukum yang kuat dan memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak lagi dapat menikmati hasil korupsinya. Kuncinya adalah konsistensi dan komitmen dari semua pihak. Jika ini bisa diwujudkan, tidak ada lagi tempat bagi koruptor untuk bersembunyi," imbuhnya.