Ahok Sebut Korupsi Pengadaan LNG PT Pertamina Terjadi Sebelum Dirinya Jadi Komut
JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan, kasus korupsi pengadaan gas cair alam atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina terjadi sebelum dirinya menjabat.
Meski demikian, ia mengatakan dugaan korupsi tersebut juga ditemukan saat ia sudah menjabat.
"Ini kasus LNG bukan di zaman saya semua. Cuma kita yang temukan waktu zaman saya jadi Komut, itu saja sih. Kan sudah terjadi kontraknya sebelum saya masuk. Nah, ini pas ketemunya ini di Januari 2020. Itu saja sih," kata Ahok, usai diperiksa KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Ahok juga mengatakan, pemeriksaan rampung lebih cepat lantaran dirinya sebelumnya pernah diperiksa penyidik.
"Ya kan kita sudah pernah diperiksa, makanya tadi (selesai) lebih cepat karena nulis-nulis yang biodata sudah enggak perlu, sudah ada semua gitu loh. Tinggal mengkonfirmasi saja," ujarnya.
Sebelumnya, KPK memeriksa Ahok sebagai saksi kasus korupsi pengadaan gas cair alam atau Liquefied Natural Gas (LNG) pada Kamis (9/1/2025).
Ahok tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis pukul 11.20 WIB untuk menjalani pemeriksaan.
"Buat saksi untuk perusahaan LNG Pertamina," kata Ahok kepada wartawan.
Ahok mengatakan, kehadirannya dalam pemeriksaan hari ini dibutuhkan karena kasus tersebut muncul saat ia masih menjabat sebagai komisaris PT Pertamina.
"Iya, karena kan kita waktu itu yang temukan ya. Kita kirim surat Kementerian BUMN juga waktu itu," ujar politikus PDI-P tersebut.
KPK tengah mengembangkan kasus korupsi pengadaan gas cair alam atau Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina.
Pada 2 Juli 2024, KPK menetapkan dua pejabat PT Pertamina lainnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013-2014 Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina periode 2012-2014 Hari Karyuliarto.
Adapun eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan divonis sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina.
Karen dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Majelis Hakim menilai perbuatan Karen melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ujar Hakim dalam Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
Selain itu, tuntutan Jaksa meminta agar Karen didenda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Atas tindakannya, Karen diduga telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81 dan 104.016,65 dollar Amerika Serikat.
Selain itu, eks Dirut Pertamina ini diduga turut memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar 113.839.186,60 dollar AS.
Kerugian negara ini diketahui berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) dan instansi terkait lainnya Nomor 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.