AHY Hormati MK Hapus PT 20%, Harap Demokrasi Makin Berkualitas

AHY Hormati MK Hapus PT 20%, Harap Demokrasi Makin Berkualitas

Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20% kursi DPR. AHY berharap demokrasi Indonesia makin baik.

"Keputusan MK kita hormati, kita negara hukum, yang juga harus menghormati produk-produk hukum," ujar AHY di kantor Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta Pusat, Rabu (8/1/2025).

AHY mengatakan elite politik harus mendengarkan aspirasi rakyat. AHY berharap demokrasi Indonesia ke depannya makin lebih baik.

"Selebihnya ya kita serahkan kepada mekanisme yang disepakati oleh bangsa ini. Para elite partai politik misalnya, termasuk saya sendiri, itu juga harus mendengarkan baik-baik apa yang diinginkan oleh rakyat secara keseluruhan. Ini berlaku untuk semua bentuk sistem yang sekali lagi tidak pernah ada yang sangat sempurna," kata AHY.

"Ke depan bukan hanya kita berharap menjadi negara demokrasi terbesar nomor tiga di dunia setelah India dan Amerika Serikat, tetapi harapannya demokrasi kita semakin berkualitas, semakin menghadirkan partisipasi masyarakat yang punya ide, punya gagasan, punya pilihan," tambahnya.

AHY berharap seluruh pihak, baik partai politik, atau masyarakat harus turut aktif memberikan masukan terhadap kondisi politik dan perkembangan demokrasi.

"Semua harus selalu aktif untuk melakukan review terhadap perjalanan bangsa ini termasuk perjalanan politik dan demokrasi," tutur AHY.

MK sebelumnya membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1). MK mengabulkan permohonan yang pada intinya menghapus ambang batas pencalonan presiden.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo.

MK pun meminta pemerintah dan DPR RI melakukan rekayasa konstitusional dalam merevisi UU Pemilu. Tujuannya agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak.

Sumber