AHY Terkekeh saat Ditanya Akan Ajak Jokowi Gabung Demokrat
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkekeh ketika ditanya apakah akan mengajak Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ke bergabung Demokrat setelah dipecat oleh PDI-P.
AHY menyatakan, pertanyaan seputar itu sebaiknya ditanyakan langsung ke Jokowi.
"Hehehe," kata AHY di Istana, Jakarta, Senin (16/12/2024).
"Lebih baik tanya langsung ke Pak Jokowi," ujar dia.
AHY mengaku tidak mau berkomentar jauh terkait pemecatan Jokowi itu.
Menurut dia, ada situasi politik yang harus dijaga hingga akhir 2024.
"Karena 2024 ini sangat monumental. Semua bisa dikatakan event politik, secara nasional pemilu, pilpres, pemilihan anggota legislatif, baru saja kita lampaui," kata AHY.
"Pilkada terbesar sepanjang sejarah berjalan dengan baik. Tentu masih ada proses mengajukan ke MK, dan sebagainya. Itu bagian dari demokrasi yang sehat yang harus kita jaga dengan baik," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, PDI-P resmi memecat Jokowi, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, dan calon gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dari keanggotaan partai.
Ketua DPP Bidang Kehormatan PDI-P Komarudin Watubun mengungkapkan, pemecatan Jokowi tertuang dalam Surat Keputusan (SK) nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 tentang pemecatan Joko Widodo dari keanggotaan PDI-P.
Pemecatan ini disebabkan oleh ketidakpatuhan Jokowi dalam mendukung calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang diusung oleh PDI-P.
Dalam surat tersebut, PDI-P menegaskan bahwa Jokowi telah melakukan pelanggaran beraat atas anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
"Dengan melawan terang-terangan terhadap keputusan DPP Partai terkait dukungan calon presiden dan wakil presiden pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang diusung oleh PDI-P pada Pemilu 2024," tulis surat tersebut.
Jokowi juga dinilai mendukung calon presiden dan wakil presiden dari partai lain yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju.
Selain itu, PDI-P menilai bahwa Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK).
"Serta telah menyalahgunakan kekuasaan untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi yang menjadi awal rusaknya sistem demokrasi, sistem hukum, dan sistem moral-etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Ini merupakan pelanggaran etik dan disiplin partai, dikategorikan sebagai pelanggaran berat," tegas PDI-P.