Airlangga Blak-blakan Nasib Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat

Airlangga Blak-blakan Nasib Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pembahasan mengenai penurunan harga tiket pesawat masih digodok oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan PT Pertamina (Persero).

Dia menuturkan pemerintah terus mendorong program Indonesia Berwisata atau Tourism 5.0. Adapun salah satu poin yang dibahas adalah harga tiket pesawat yang lebih kompetitif.

"Salah satu yang sedang dibahas terkait dengan harga tiket yang lebih kompetitif. Ini tentu akan dibahas dengan Kementerian Perhubungan dan juga dengan Pertamina," kata Airlangga dalam Konferensi Pers Pembahasan Usulan Program Quick Win Kementerian di Bidang Perekonomian di Jakarta, Minggu (3/11/2024).

Harga tiket pesawat masih menjadi polemik. Pasalnya, harga tiket transportasi tersebut di Indonesia terbilang mahal. Mahalnya tiket pesawat menjadi salah satu tantangan sektor pariwisata Tanah Air dalam 10 tahun terakhir. 

Untuk menangani harga tiket pesawat yang mahal, pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sempat mendirikan Tugas (Satgas) Penurunan Harga Tiket Pesawat.

Lebih lanjut, Airlangga mengatakan Satgas Penurunan Harga Tiket Pesawat tetap ada. Artinya, satgas itu tidak dibubarkan meski pimpinan satgas, yakni Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di Kabinet Merah Putih sudah tidak ada.

"Terkait dengan satgas itu akan terus berlanjut, terutama terkait dengan tarif penerbangan domestik. Tentu akan dirapatkan dengan kementerian terkait," jelas Airlangga.

Diberitakan sebelumnya, mahalnya tiket pesawat berpotensi menyebabkan Indonesia kehilangan miliaran dolar devisa dari pariwisata.

Pakar Strategi Pariwisata Nasional Taufan Rahmadi menyampaikan, mahalnya tiket pesawat berdampak langsung terhadap jumlah kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnus).

“Kenaikan harga tiket pesawat, terutama pada rute internasional dan destinasi wisata domestik yang dekat maupun jauh, hal ini semakin menyulitkan Indonesia dalam menarik wisatawan,” kata Taufan dalam keterangannya, dikutip Sabtu (2/11/2024).

Menurut simulasi yang dilakukan Taufan, potensi kehilangan devisa dari wisman diperkirakan mencapai US$1,8 miliar atau sekitar Rp28,3 triliun. Taufan, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, total wisman yang datang berkunjung ke Indonesia mencapai 15 juta kunjungan pada 2019.

Setiap wisman rata-rata menghabiskan sekitar US$1.200 per kunjungan di Indonesia, yang mencakup akomodasi, makanan, belanja, dan transportasi lokal. Artinya, total devisa yang diraup mencapai sekitar US$18 miliar per tahun.

Namun, tingginya harga tiket pesawat menyebabkan penurunan minat wisatawan untuk mengunjungi Indonesia. Jika penurunan wisman akibat kenaikan harga tiket diasumsikan sebesar 10%, dia menyebut bahwa Indonesia berpotensi kehilangan sekitar 1,5 juta wisman.

Dengan demikian, jika dikalikan dengan rata-rata pengeluaran wisman sebesar US$1.200 per kunjungan, Indonesia berpotensi kehilangan devisa sebesar US$1,8 miliar per tahun atau sekitar Rp28,3 triliun.

Selain wisman, mahalnya harga tiket pesawat juga berdampak terhadap wisnus. Masih merujuk data BPS, Taufan menuturkan bahwa rata-rata pengeluaran wisnus di destinasi wisata mencapai Rp2 juta per perjalanan.

“Jika mahalnya tiket pesawat menyebabkan penurunan jumlah wisatawan domestik sebesar 5%, potensi kerugian pada ekonomi domestik juga cukup signifikan,” ungkapnya.

Dalam simulasi yang dilakukan Taufan, jika jumlah penurunan wisatawan domestik 5% dari sekitar 100 juta perjalanan, Indonesia bakal kehilangan sekitar 5 juta perjalanan.

Dengan demikian, jika dikalikan dengan rata-rata pengeluaran wisnus yang mencapai Rp2 juta per perjalanan, Indonesia berpotensi kehilangan kontribusi ekonomi sebesar Rp10 triliun per tahun. 

Sumber