Airlangga Ungkap Alasan Prabowo ikut BRICS Sekaligus OECD
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan alasan Prabowo Subianto melakukan aksesi keanggotaan BRICS dan OECD secara bersamaan.
Selain alasan Indonesia yang mengusung non-blok, Airlangga menyebut langkah Prabowo tersebut sebagai bentuk membuka pasar ekspor baru.
Pasalnya, Airlangga tidak memungkiri bahwa saat ini ekspor Indonesia masih rendah ketimbang negara tetangga, seperti Vietnam, akibat terbatasnya pasar ekspor RI.
“Kerjasama ekonomi ini, tujuannya memperluas pasar. Memang kita harus memperluas pasar karena ekspor kita relatif lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain di Asean,” ujarnya dalam Bisnis Indonesia Economic Outlook 2025 Heading Towards an Inclusive and Sustainable, Selasa (10/12/2024).
Bergabungnya Indonesia dengan Organisation fro Economic Co-operation and Development (OECD) akan membuka dan memperluas pasar terhadap 38 negara anggotanya.
Mengingat, PDB negara OECD mencapai US$59 triliun dan berkontribusi terhadap 64% perdagangan global. Terlebih, populasi dari 38 negara anggota OECD mencapai 1,38 miliar jiwa.
Sementara dengan BRICS yang dicetuskan oleh Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, memiliki PDB hingga US$30,8 triliun dengan populasi 3,5 miliar jiwa.
Bukan hanya BRICS dan OECD, Indonesia juga tengah dalam proses aksesi Comprehensive Progressive Trans-Pacific Partnership (CPTPP).
“Dengan masuk kita CPTPP yang sekarang beranggotakan 11 dan bertambah Inggris di bulan Desember ini. Kita membuka pasar Amerika Latin pasar Inggris,” tuturnya.
Adapun, Indonesia menargetkan keanggotaan OECD akan rampung dalam tiga sampai empat tahun depan atau sebelum akhir masa kepemimpinan Prabowo Subianto.
Sebelumnya, dalam pertemuan Prabowo dengan Sekretaris Jenderal Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Mathias Cormann, OECD memastikan bakal berupaya agar proses Indonesia untuk bergabung ke organisasinya bisa berjalan secepat mungkin.
Cormann menyebut meskipun belum dapat memastikan kapan Indonesia bisa bergabung aliansi ini, tetapi organisasinya akan mengupayakan semua yang terbaik.
"Tidak ada batas waktu yang ditetapkan. Proses akan berjalan secepat mungkin, tetapi memang memerlukan waktu," ujarnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (28/11/2024).