Akankah Magelang Kembali Jadi Pusat Politik Indonesia?
KOTA Magelang, Jawa Tengah, adalah kota kedua terkecil di Indonesia setelah Sibolga (Sumatera Utara), yang dikelilingi Kabupaten Magelang di semua sisi.
Sejak beberapa bulan terakhir, Magelang menjadi pusat perbincangan politik Indonesia, terutama setelah retreat seluruh jajaran kabinet Prabowo Subianto.
Mengapa Magelang kembali menjadi topik penting politik Indonesia?
Magelang, bersama dengan Ambarawa, adalah kota militer yang dibangun Belanda. Belanda membangun jaringan kereta api pertama di Semarang yang ditujukan untuk mengangkut hasil pertanian dan juga mobilisasi pasukan.
Magelang dan Ambarawa menjadi jalur distribusi pasukan dari jalur kereta api Semarang-Yogyakarta yang sekarang sudah mati.
Pusat tentara di Magelang dan Ambarawa penting untuk memastikan perlindungan, sekaligus pengawasan terhadap kraton Jawa di Solo dan Yogyakarta.
Pusat pasukan di Jawa Tengah juga krusial untuk mendukung pasukan Belanda apabila sewaktu-waktu muncul ancaman terhadap Belanda di pesisir Utara Jawa yang pernah memaksa Belanda mundur dari Jakarta ke Semarang saat Geger Pecinan.
Magelang terus menjadi kota militer ketika terdapat Akademi Militer (Akmil) di sisi Barat Daya bukit (disebut gunung) Tidar.
Gunung Tidar dalam mitologi Jawa dikenal sebagai Pakunya Tanah Jawa, berada di titik tengah geografis Pulau Jawa.
Pusat militer itu semakin kental ketika didirikan SMA Taruna Nusantara pada 1990, yang hanya berjarak 2,5 km dari Akmil. Mengapa Magelang penting dan kembali penting untuk politik Indonesia?
Pertama, selama pemerintahan Suharto, rekrutmen politik sebagian besar dari Angkatan Darat yang merupakan lulusan Akmil. Pada masa Suharto, seluruh gubernur di Jawa, selain DIY, adalah tentara berbintang.
Perwira pangkat letkol atau kolonel, akan ditugaskan untuk menjadi bupati/wali kota yang disesuaikan dengan strategis/tidaknya sebuah daerah. Sisanya akan menduduki posisi di Fraksi ABRI di seluruh DPR/DPRD.
Artinya, rekrutmen politik semasa Orde Baru harus melewati Magelang sebagai ”kawah candradimuka” seluruh perwira ABRI dan Polisi sebelum mereka dibagi ke dalam matra-matra.
Setelah pensiun dari ABRI, mereka kemudian ditugaskan di jabatan ”sipil” dan politik yang seharusnya memerlukan kontestasi elektoral.
Hal ini berbeda jauh dengan rekrutmen politik pasca-Reformasi yang bersifat terbuka dan akhirnya menemukan jalur politik baru.
Seseorang yang ingin menjadi politisi, tidak lagi harus melewati Magelang, tetapi berkarier sebagai pengusaha, organisasi masyarakat, partai politik dan lain sebagainya.
Bahkan, setelah Amandemen IV yang menghapus Fraksi ABRI dan setelah Pilkada diberlakukan pada 2005, politisi yang berasal dari ABRI kian menciut.
Penelitian Kingsbury (2003) dan Mietzner (2013) menunjukkan peran militer semakin turun pasca-Reformasi, sekaligus menunjukkan konsolidasi demokrasi.
Para pensiunan militer yang berkontestasi dalam politik elektoral seperti Pileg dan Pilkada, lebih banyak kalah. Jalur politik yang dulu dinikmati militer, diganti oleh politisi dari jalur lainnya.
Namun demikian, di dalam tubuh militer sendiri, terdapat surplus perwira karena jumlah rekrutmen yang dilakukan pasca-Reformasi tidak dikurangi. Setelah dua puluh tahun, upaya militer untuk kembali ke jabatan sipil muncul kembali saat ini.
Kedua, Prabowo merupakan generasi terakhir dari politisi yang dilahirkan dari sistem politik Orde Baru yang masih berpusat di Magelang, terutama Akmil.
Mesin politik Gerindra yang dibangun Prabowo pascagagal dalam konvensi Presiden Partai Golkar, masih menggunakan pola rekrutmen politik Orde Baru yang menempatkan militer di banyak posisi strategis.
Belakangan, Prabowo juga menempatkan alumni Taruna Nusantara di kabinetnya. Jaringan SMA Taruna Nusantara Magelang ini merupakan jaringan SMA terkuat di Indonesia sejak didirikan pertama kali.
Hal ini menunjukkan keinginan Prabowo menjadikan Magelang berperan penting dalam politik Indonesia, mengingat sejarahnya sebagai pusat pendidikan militer.
Upaya itu ditunjukkan dengan retreat kabinetnya yang memaksa semua mata Indonesia tertuju ke Magelang selama empat hari.
Pertanyaannya, apakah arti dari retreat menteri Prabowo ini? Apakah ada dampak khusus bagi politik dan militerisme Indonesia?
Prabowo tampak berupaya memperkuat kehadiran militer dalam kabinet, meskipun ia menegaskan tak berniat menerapkan pendekatan militeristik. Sebelumnya, Prabowo sudah menegaskan retreat di Magelang tak dimaksudkan untuk masuk ke dunia militeristik.
Prabowo memiliki banyak keterbatasan politik karena sistem politik yang sudah berbeda. Walaupun menjadi presiden terpilih, Prabowo praktis hanya menguasai 86 kursi dari perolehan suara Gerindra dan menjadi pemenang ketiga di Pileg 2024.
Koalisi merupakan keharusan apabila ingin menjamin pemerintahan yang stabil dengan dukungan DPR.