Aksi Kamisan di Semarang Tuntut Cabut UU TNI dan Desak Pemecatan Aipda Robig

Aksi Kamisan di Semarang Tuntut Cabut UU TNI dan Desak Pemecatan Aipda Robig

SEMARANG, KOMPAS.com – Sejumlah aktivis yang tergabung dalam gerakan Aksi Kamisan Semarang kembali turun ke jalan pada Kamis (10/4/2025), menggelar unjuk rasa di depan Polda Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Kota Semarang.

Dengan mengenakan pakaian dan membawa payung hitam, para peserta aksi berdiri dalam senyap, namun penuh tekad untuk menyuarakan keadilan bagi korban pelanggaran HAM dan kekerasan oleh aparat.

Koordinator Aksi Kamisan Semarang, Abdul Munif, menyampaikan bahwa salah satu tuntutan utama aksi kali ini adalah pencabutan Undang-Undang TNI yang baru disahkan.

"Pertama kita ingin tetap menyoroti Undang-Undang TNI yang terbaru, mengenai perluasan wewenang TNI yang aktif dalam lembaga pemerintahan. Kita masih akan konsisten mengawal UU TNI itu untuk dicabut," kata Munif kepada KOMPAS.com.

Menurutnya, UU tersebut membuka ruang bagi militerisasi institusi sipil, yang dapat mengancam demokrasi dan kebebasan warga sipil di Indonesia.

Munif juga menyoroti kasus Aipda Robig Zaenuri, anggota polisi yang menjadi tersangka penembakan terhadap seorang siswa SMK di Semarang. Ia menilai institusi kepolisian gagal memberikan keadilan karena Robig masih berstatus sebagai anggota polisi dan menerima gaji dari negara.

"Ini membuktikan bahwa bagaimana kepolisian secara institusi masih melindungi pembunuh. Gaji yang masih dikirimkan kepada Robig diambil dari uang rakyat untuk membayar seorang pembunuh yang sepatutnya dipecat dengan tidak hormat," tegasnya.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Robig juga mengajukan eksepsi, yang menurut Munif tidak etis bagi seorang pelaku pembunuhan.

"Robig ini menurutku sudah putus urat malunya. Orang yang punya urat malu dan punya integritas pasti sadar bahwa tindakan membunuh seorang pelajar itu menyalahi aturan dan secara moral harusnya mengundurkan diri," ujar Munif.

Atas peristiwa ini, Aksi Kamisan mendesak reformasi total terhadap institusi kepolisian dan militer. Menurut Munif, aparat keamanan saat ini telah jauh dari mandat perlindungan rakyat, dan justru kerap menjadi instrumen represi.

"Kami menghendaki reformasi kepolisian maupun reformasi tentara. Mereka sudah bekerja jauh dari keinginan masyarakat. Justru mereka memanfaatkan masyarakat untuk menjadi objek penindasan," pungkasnya.

 

Sumber