Alasan Dharma Bawa Persoalan Suku Baduy pada Debat Pilkada Jakarta: Inspirasi Membangun Adab
JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur nomor urut dua, Dharma Pongrekun, menjelaskan alasannya menyinggung suku Baduy dalam debat kedua Pilkada Jakarta 2024.
Pertanyaan itu dia lontarkan untuk calon wakil gubernur nomor urut 3 Rano Karno dalam debat Pilkada Jakarta di Beach City International Stadium (BCIS), Pademangan, Ancol, Jakarta Utara, Minggu (28/10/2024).
"Nilai-nilai yang ada di Baduy itu bisa menjadi inspirasi untuk membangun adab Jakarta. Bukan berarti kita harus menjadi mundur kembali, tetapi begitu tingginya adab yang ada di Baduy," ujar Dharma Pongrekun di Beach City International Stadium (BCIS), Pademangan, Ancol, Minggu (27/10/2024).
Dharma menjelaskan, visinya dalam lima tahun ke depan akan menerapkan filosofi adab rumah rakyat Jakarta.
"Di mana terasnya di depan luas dan ada pagarnya. Maknanya apa? Silakan datang ke tempat kami, tapi jangan rusak adab kami. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung," pungkasnya.
Dharma mempertanyakan kebijakan Rano Karno yang menjadikan kawasan penduduk Baduy sebagai destinasi wisata.
Ia menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan sikap Rano Karno dalam menjaga kebudayaan masyarakat.
"Penduduk Baduy menolak untuk tempatnya dijadikan destinasi pariwisata. Kalau saya melihat bahwa Bapak selama ini adalah orang yang menjaga ketahanan budaya, maka ada sesuatu yang contrary effect, dengan yang Bapak lakukan," kata Dharma.
Ia juga mempertanyakan langkah Rano Karno yang tetap menjadikan kawasan Baduy sebagai tempat destinasi wisata meskipun ada penolakan dari masyarakat.
"Jadi kami bertanya ke Bapak, kenapa itu harus terjadi sementara Puun sendiri sudah meminta, bahkan meminta ke Presiden Jokowi waktu itu untuk mencabut kebijakkan itu?" tanya Dharma.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Rano Karno menyinggung tradisi Seba masyarakat Baduy, yang merupakan kunjungan masyarakat Baduy ke pemerintah daerah.
"Mas Dharma, kalau Anda bicara soal Baduy, pasti sudah tahu tentang Seba. Seba itu kunjungan masyarakat Baduy ke pemerintah daerah," ujar Rano.
Rano juga menjelaskan bahwa masyarakat Baduy mengajukan sejumlah syarat terkait kebijakan tersebut.
"Mereka minta apa? Enggak boleh ada BTS supaya handphone tidak masuk ke kampung mereka. Tapi anak Baduy luar punya handphone, mereka tidak ingin punya sekolah, tapi mereka berpendidikan, mereka punya sekolah sendiri," ungkapnya.
Rano Karno menegaskan bahwa kebijakan tersebut harus diambil karena kunjungan masyarakat ke kawasan Baduy meningkat tajam, dengan upacara Seba yang bisa menarik hingga 6.000 pengunjung.
Ia melihat potensi ini sebagai peluang bagi masyarakat Baduy untuk berkembang.
"Artinya, masyarakat Baduy adalah masyarakat yang tidak bisa kita mungkiri; mereka mempunyai kebudayaan yang luhur, dan mereka punya kemampuan untuk mengeksplor dirinya sendiri," jelas Rano.
Ia menambahkan bahwa kebijakan yang diambilnya justru membantu masyarakat Baduy dikenal lebih luas, meskipun ia mengakui bahwa efek tersebut sempat membuat masyarakat Baduy merasa ketakutan.
"Saya tidak menolak, tapi memang saya membatasi. Karena apa? permintaan masyarakat Baduy itu sendiri," imbuhnya.