Alasan Jawa Tengah Jadi Target Utama Peredaran Obat Ilegal
SEMARANG, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, mengatakan Jawa Tengah jadi sentra persebaran obat ilegal yang dapat membahayakan tubuh.
"Karena generasi muda dan Jawa Tengah penduduknya besar," kata Taruna di Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Semarang, Jumat (13/12/2024).
Dia mengatakan, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling banyak di Indonesia.
Hal itu membuat Jawa Tengah menjadi sasaran market atau pasar produsen obat ilegal.
"Anak muda kita banyak di sini. Kejahatan itu muncul ketika ada peluang," ucap dia.
KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pemusnahan obat-obatan tertentu (OOT) ilegal di Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Semarang, Jumat (13/12/2024).
Dia juga bercerita bahwa ada 30 anak muda di satu sekolah terkena dampak dari produksi obat-obatan ilegal tersebut.
"Bayangkan ini kalau jutaan pil, ada jutaan anak-anak kita terancam," ungkap dia.
Taruna menyebutkan bahwa sudah melakukan monitoring dan menemukan aktivitas pabrik obat ilegal di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
"Jadi ada dua tempat. Temuan di kita Semarang, Jawa Tengah yang sangat besar ini. Kemudian di Jawa Barat tak kalah besar," ungkapnya.
Saat melakukan penggerebekan, BPOM menemukan barang bukti berupa 1 miliar tablet obat ilegal di sebuah kawasan industri Kota Semarang tersebut.
"Bearti 1.000 juta tablet obat ilegal. Melebihi dari jumlah penduduk kita," ucap dia.
Taruna menambahkan, obat-obatan yang diproduksi secara ilegal di Kota Semarang tersebut senilai Rp 313 miliar apabila dirupiahkan.
"Dijual di pasaran bisa 3 kali lipat," ungkap dia.
Dia menegaskan bahwa pemusnahan barang bukti ini adalah langkah konkret dalam perang melawan penyalahgunaan OOT ilegal seperti trihexyphenidyl, tramadol, dan dekstrometorfan.
"Kami bertekad memotong mata rantai peredaran hingga ke akarnya demi melindungi generasi muda bangsa," katanya lagi.