Aleppo di Suriah, Salah Satu Kota Kuno di Dunia yang Masih Dihuni
KOTA Aleppo di Suriah merupakan salah satu pusat komersial dan kebudayaan di Timur Tengah. Kota ini berada di persimpangan jalur perdagangan dan kekaisaran selama ribuan tahun
Aleppo merupakan rumah bagi 2,3 juta orang sebelum perang saudara pecah di Suriah 13 tahun lalu. Aleppo pernah menjadi kota terbesar kedua Suriah dan pusat industri serta keuangan negara itu.
Para pemberontak merebut Aleppo pada 27 November lalu saat mereka secara mendadak melancarkan serangan berskala besar terhadap pemerintahan Presiden Bashar Al Assad. Keberhasilan merebut Aleppo membakar semangat para pemberontak untuk terus melawan rezim Assad. Mereka akhirnya secara tak terduga menggulingkan rezim Assad pada Minggu (8/12/204) pagi.
Ketika protes anti-pemerintah meletus di seluruh Suriah pada Maret 2011, pihak berwenang melakukan segala upaya untuk memastikan protes tersebut tidak terjadi di Aleppo. Ancaman pembalasan yang brutal turut membatasi demonstrasi yang sebagian besar terjadi di distrik-distrik pinggiran kota dan universitas. Di tahun pertama pemberontakan, Aleppo luput dari protes besar-besaran maupun kekerasan mematikan sebagaimana yang melanda kota-kota lain di negara itu.
Namun, wilayah itu tiba-tiba menjadi medan pertempuran utama pada Juli 2012, ketika para pemberontak melancarkan serangan untuk mengalahkan pasukan pemerintah.
Pemberontak merebut sisi timur kota itu tahun 2012. Raihan itu menjadi simbol paling membanggakan dari kemajuan faksi oposisi bersenjata ketika itu. Namun kemajuan pemberontak tidak menentukan dan Aleppo akhirnya terbagi dua, oposisi menguasai wilayah timur dan pemerintah menguasai wilayah barat.
Namun tahun 2016, pasukan pemerintah Suriah, dengan dukungan serangan udara Rusia, mengepung Aleppo. Kota itu dihancurkan secara sistematis dengan menggunakan peluru artileri, rudal, dan bom barel —bom berisi bahan peledak dan serpihan logam.
Pengepungan itu menyebabkan kelaparan parah, sehingga memaksa para pemberontak yang terkepung untuk menyerah pada tahun yang sama. Masuknya militer Rusia merupakan titik balik dalam perang tersebut, yang memungkinkan Assad untuk tetap berada di wilayah yang dikuasainya hingga akhirnya tumbang pada hari Minggu kemarin.
Aleppo terletak di sebuah dataran dengan ketinggian sekitar 400 meter dari permukaan laut. Kawasan kota itu merupakan salah satu daerah paling subur di Suriah, dengan ladang gandum dan kebun buah-buahan menutupi dataran di selatan kota.
Sungai Quwayq mengalir melalui kota itu, meskipun kadang-kadang mengering di Aleppo karena penggunaan air yang berlebihan di Turki, tempat asal sungai tersebut.
Bangunan terkenal di Aleppo yang paling mencolok adalah benteng dari abad pertengahan, yang terletak di atas bukit yang sebagian merupakan buatan manusia. Benteng itu terletak di pusat kota, setinggi sekitar 40 meter. Bagian kota tua yang mengelilingi dasar bukit mencakup area sekitar 4 kilometer persegi.
Di sebelah barat benteng terdapat salah satu pasar tertutup terbesar dan paling terawat di Timur Tengah, yang terbentang bermil-mil melalui jalan-jalan sempit. Para pedagang dikelompokkan berdasarkan barang dagangan di dalam pasar, membentuk gang-gang khusus untuk barang dagangan, termasuk pakaian, tekstil, kulit, sabun, dan rempah-rempah.
Banyak khan (bangunan yang berfungsi sebagai penginapan dan tempat istirahat bagi pedagang serta para musafir), masjid, dan rumah pedagang dibangun dari batu kapur, dan banyak di antaranya berasal dari abad ke-16 dan ke-17 Masehi. Kawasan pemukiman tradisional di kota tua menampilkan rumah-rumah dengan halaman yang rapat yang terhubung melalui jaringan gang-gang berpagar tinggi.
Aleppo, atau "Halab" dalam bahasa Arab, merupakan salah satu kota tertua di dunia yang masih dihuni hingga saat ini. Nama kota itu telah disebutkan dalam teks-teks Mesir dari abad ke-20 sebelum Masehi.
Sisa-sisa kuil dari akhir milenium ketiga sebelum Masehi telah ditemukan di lokasi benteng abad pertengahan Aleppo yang ikonik, yang selama berabad-abad menjadi pusat pertahanan dan masih berdiri kokoh di kawasan itu.
Aleppo berkembang secara politik dan ekonomi pada abad ke-18 sebelum Masehi sebagai ibu kota kerajaan Yamkhad, hingga jatuh ke tangan bangsa Het (Hittites).
Kota itu menjadi kota penting pada masa Helenistik dan menjadi pos perdagangan utama bagi para pedagang yang melintas antara Mediterania dan daratan di timur. Kota ini kemudian menjadi bagian dari Kekaisaran Romawi dan menjadi makmur di bawah kekuasaan Bizantium sebagai pusat lalu lintas kafilah.
Tahun 636 Masehi, Aleppo ditaklukkan pasukan Muslim-Arab. Sekitar 80 tahun kemudian, pada masa pemerintahan Khalifah Bani Umayyah Sulaiman, Masjid Agung dibangun.
Pada abad ke-10, Aleppo menjadi ibu kota dari dinasti Hamdanid di Suriah utara, tetapi kemudian mengalami masa perang dan kekacauan, ketika Kekaisaran Bizantium, Tentara Salib, kaum Fatamiyah, dan Seljuk berebut untuk menguasai wilayah tersebut dan wilayah sekitarnya.
Aleppo belum sepenuhnya pulih hingga pertengahan abad ke-12. Kemudian, di bawah pemerintahan Ayyubiyah pada abad ke-13, kota itu menikmati masa kemakmuran dan perluasan yang besar.
Namun hal ini tiba-tiba berakhir pada tahun 1260, ketika Aleppo ditaklukkan bangsa Mongol. Kota ini kemudian dilanda wabah penyakit tahun 1348 dan serangan dahsyat oleh Timur Lenk tahun 1400.
Tahun 1516, Aleppo menjadi bagian dari Kesultanan Ottoman. Kota itu segera dijadikan sebagai ibu kota provinsi dan menjadi penghubung perdagangan antara Timur dan Eropa.
Peran Aleppo sebagai pusat transit perdagangan menurun pada akhir abad ke-18. Kondisinya semakin memburuk akibat penetapan perbatasan Suriah modern oleh Prancis dan Inggris – yang memutus koneksi kota itu dengan wilayah Turki selatan dan Irak utara – dan akibat hilangnya pelabuhan Mediterania Alexandretta yang jatuh ke tangan Turki tahun 1939.
Setelah kemerdekaan Suriah, kota ini berkembang menjadi pusat industri besar, menyaingi ibu kota Damaskus. Populasinya pun meningkat pesat dari 300.000 menjadi sekitar 2,3 juta pada tahun 2005.
Saat ini, populasi Aleppo sebagian besar adalah kaum Muslim Sunni, yang sebagian besar merupakan orang Arab tetapi beberapa di antaranya orang Kurdi dan Turkoman. Kota itu juga memiliki populasi umat Kristen terbesar di Suriah, termasuk banyak warga Armenia, serta komunitas Syiah dan Alawi.