Ambisi Prabowo Tangkal Pailit Sritex (SRIL), Kerikil di Awal Pemerintahan
Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto berupaya menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex dari pailit. Presiden ke-8 itu ingin awal pemerintahannya berjalan dengan halus.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan meskipun belum tentu harus campur tangan, pemerintah ingin memastikan pemutusan hubungan kerja (PHK) tekstil tidak akan terjadi dan industri tekstil tetap berproduksi.
Apalagi, baru 10 hari Prabowo menjabat, Yassierli menekankan bahwa orang nomor satu di Indonesia itu tak ingin ada isu besar yang memberikan noda di awal perjalanan pemerintahannya.
“Bagi kami [menyelamatkan industri padat karya] itu concern. Ini juga lebih kepada karena ini berada di hari-hari minggu-minggu pertama dan kami ingin bahwa awal-awal ini kami berjalan take off-nya itu smooth,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (29/10/2024).
Oleh sebab itu, dia menekankan bahwa pemerintah akan terus memperhatikan perlindungan tenaga kerja di industri tekstil dalam negeri tersebut. Selain itu, Menaker memastikan bahwa hak-hak para pekerja tetap terpenuhi.
Apalagi, saat ini, dia melanjutkan bahwa status pailit yang dialami oleh Sritex masih terbatas terhadap keputusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang sehingga masih terdapat upaya untuk proses kasasi.
Sebelumnya, Prabowo memanggil sejumlah menteri dan wakil menteri (wamen) untuk melakukan rapat terbatas (ratas) di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (28/10/2024) siang.
Ratas tersebut dihadiri Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Yassierli mengatakan Prabowo menginstruksikan gerak cepat dalam menolong kelangsungan pekerja di pabrik perusahaan tekstil raksasa Sritex.
Upaya ini perlu dilakukan sebagai bentuk kehadiran pemerintah atau negara menyusul putusan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Rabu (21/10/2024) lalu. Strategi antisipasi pun sudah berjalan dengan koordinasi lintas kementerian.
“Penyelamatan ini sifatnya harus lintas kementerian. Sudah ada program atau langkah. Bisa jadi nanti ini yang kita diskusikan. Kementeriannya Kemenko Perekonomian kemudian Kementerian Keuangan, dan BUMN, dan Kementerian Perindustrian,” tandas Yassierli.
Sementara itu, Pakar Hukum Bisnis dan Industri Frank Alexander Hutapea mengatakan peluang Sritex untuk memenangkan kasasi terhadap putusan pailit yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang dinilai kecil.
Dalam perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg terkait pembatalan perdamaian atas Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Sritex Group disebutkan bahwa perusahaan tersebut lalai memenuhi kewajiban pembayaran kepada pemohon yaitu PT Indo Bharat Rayon.
Untuk memenangkan pengajuan kasasi atas putusan tersebut, Sritex harus memiliki bukti konkret yang menunjukkan bahwa perusahaan tidak lalai maupun kredit macet.
"Sekarang, di kasasi ini walaupun kemungkinannya kecil, tetapi pernah ada kasasi dikabulkan tapi bukan dari aspek hukumnya, melainkan dari aspek kemanusian dan kepentingan umum," kata Frank kepada Bisnis, Selasa (29/10/2024).
Dia mencontohkan, terdapat salah satu kasus yang kasasi atas kepailitannya dikabulkan lantaran ada pertimbangan bahwa perusahaan menjalankan aspek kemanusiaan, kepentingan umum, dan tidak untuk mencari keuntungan.
Adapun, kasus yang dimaksud yakni tercatut dalam putusan Mahkamah Agung (MA) No.1262 K/Pdt. Sus-Pailit/2022 yang menggugat pailit Yayasan Rumah Sakit Karsa. Namun, dengan pertimbangan kemanusiaan, status pailit dibatalkan.
"Jadi apakah kasasi ini boleh atau tidak? Boleh hukum formilnya, untuk mengajukannya. Tetapi pertimbangan hukumnya kan apabila ada kesalahan pembuktian fakta di pengadilan negeri," jelasnya.
Dalam kasus Sritex, Frank menerangkan terdapat tiga solusi atau jalan keluar dari putusan pailit tersebut. Pertama, kasasi dapat dikabulkan apabila terdapat alasan nonhukum, sebagai contoh alasan kemanusiaan, kepentingan umum dan tidak untuk keuntungan.
Solusi kedua, Sritex tetap dipailitkan dan menempuh jalur pemberesan aset perusahaan yang digunakan untuk membayar hak tanggungan kepada buruh pekerjanya sebagai kreditor preferen.
"Buruh memiliki hak preferen, diutamakan sebelum mereka [kreditur]. Jadi hasil dari pemberesan dari harta pailit digunakan untuk membayar pesangon buruhnya, tapi tetap pailit karena secara UU hanya ada pemberesan aset," jelasnya.
Solusi alternatif lain yang tidak memiliki payung hukum dan tidak menjadi opsi yakni terkait hak khusus dari presiden. Hak-hak tersebut mencakup injeksi pendanaan dari pemerintah dan pembukaan status pailit.
Kendati demikian, melihat kelangsungan bisnis Sritex dan kondisi keuangan yang saat ini disebut masih sulit, maka pendanaan pun hanya menjadi solusi sementara.
"Kalau mau dibuat kaya gini ya dibikin aja di-approve oleh disetujui kreditur 100%, yang jadi hambatannya adalah approval dari 100% kreditur karena proposal mereka beda-beda kecuali melanjutkan proposal perdamaian dari yang kemarin macet itu," terangnya.