Amnesty Sebut Kekerasan Polisi Selama 2024 Bukan Tindakan Oknum, tapi Kebijakan
JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia menilai bahwa kekerasan yang dilakukan oleh polisi sepanjang 2024 bukan tindakan oknum polisi yang berbuat menyimpang, tetapi memang mencerminkan pola kebijakan represif Korps Bhayangkara.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebutkan bahwa kekerasan oleh polisi terus berulang karena tidak pernah ada evaluasi menyeluruh, terlebih di level pemberi komando, karena tindakan-tindakan yang jelas menyalahi kode etik aparat penegak hukum justru dibenarkan.
"Peristiwa-peristiwa (kekerasan) yang ada di lapangan yang tadi kita lihat bukanlah aparat polisi melakukan tindakan sendiri-sendiri, atau aparat melakukan tindakan melanggar perintah atasannya, melainkan sebuah kebijakan kepolisian. Police policy," kata Usman dalam jumpa pers, Senin (9/12/2024).
"Karena itu, sampai hari ini tidak ada yang mendapatkan penghukuman," ujar dia.
Usman memberi contoh, kekerasan polisi atas aksi’Peringatan Darurat’ merupakan pilihan kebijakan mengamankan kepentingan pemerintah dan mengulangi kebijakan represif terhadap suara-suara kritis atas proyek strategis nasional di Rempang, Seruyan, Mandalika, dan lainnya.
Pada aksi ‘Peringatan Darurat’ yang berlangsung pada 22-29 Agustus 2024, Amnesty International Indonesia menemukan, sedikitnya 579 orang menjadi korban kekerasan polisi di 14 kabupaten/kota di 10 provinsi.
Terdapat 344 orang ditangkap, 152 mengalami kekerasan fisik, 65 mengalami kekerasan berlapis, 1 hilang sementara, dan 17 menjadi korban penembakan gas air mata berlebihan.
Jika ditambah deretan kekerasan polisi yang marak, kata Usman, tahun 2024 tidak memperlihatkan adanya perbaikan sistem di kepolisian.
"Sebaliknya malah kian darurat karena seluruh kasus kekerasan polisi berujung dengan pembenaran dan tanpa pertanggungjawaban. Janji Kapolri bahwa era kepemimpinannya mengutamakan pendekatan humanis terbukti gagal," ujar dia.
Secara umum, hasil pemantauan Amnesty International Indonesia pada kurun Januari-November 2024, ditemukan 116 kasus kekerasan melibatkan polisi dengan 29 di antaranya merupakan pembunuhan di luar hukum serta 26 lainnya berupa penyiksaan dan tindakan kejam.
Amnesty International Indonesia meminta agar DPR RI memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk dimintai pertanggungjawabannya.
"Khususnya yang merefleksikan pola kebijakan represif, bukan perilaku orang per orang anggota polisi yang bertindak sendiri atau melanggar perintah atasan," ujar Usman.