Anak Aceh Rentan Jadi Korban TPPO karena Kesulitan Ekonomi dan Tuntutan Gaya Hidup Tinggi
BANDA ACEH, KOMPAS.com – Anak-anak dan remaja di Aceh dinilai sangat rentan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, Akmil Husen, menyebutkan bahwa modus operandi baru yang semakin berkembang dalam praktik perdagangan manusia telah menyasar kelompok usia muda ini.
"Kesulitan ekonomi yang berlarut-larut, ditambah tuntutan gaya hidup tinggi, membuat anak-anak di bawah umur mudah terbujuk iming-iming gaji besar, terutama untuk pekerjaan di luar negeri dengan skill rendah," kata Akmil, Kamis (9/1/2025).
Ia menjelaskan, anak-anak yang menjadi korban TPPO sering berasal dari keluarga kurang harmonis, sehingga mudah terpengaruh oleh bujuk rayu calo atau agen liar.
Akmil menekankan pentingnya pengawasan orang tua untuk mencegah anak-anak menjadi korban.
Sementara itu, Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh, Siti Rolijah, menambahkan bahwa anak-anak kini semakin mudah terhubung dengan pihak-pihak tak dikenal melalui teknologi.
Pelaku biasanya menggunakan modus tawaran pekerjaan yang dikemas rapi untuk mengelabui korban.
"Tawaran kerja ini seolah-olah resmi, padahal sebenarnya tidak atau non-prosedural. Biasanya anak-anak menjadi korban baik di dalam maupun luar negeri," ujar Siti.
Siti menegaskan, sosialisasi mengenai tata cara dan prosedur bekerja ke luar negeri perlu terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
"Masyarakat, khususnya orang tua, harus memahami aturan terkait usia minimal 18 tahun untuk bekerja ke luar negeri, serta persyaratan seperti skill dan dokumen lengkap," katanya.
Akmil Husen menyatakan bahwa Disnakermobduk Aceh bekerja sama dengan BP3MI Aceh terus melakukan langkah-langkah preventif untuk menekan kasus TPPO.
"Kami berkolaborasi dengan BP3MI Aceh dalam advokasi kasus TPPO, sekaligus memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya bekerja di luar negeri secara unprosedural," ujarnya.
Upaya lain yang dilakukan adalah memberikan pelatihan keterampilan kepada masyarakat agar dapat membuka usaha mandiri atau bekerja di dalam negeri sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
"Lewat pelatihan dan pemagangan, kami ingin masyarakat Aceh memiliki keterampilan yang dapat digunakan di dalam atau luar daerah," tambah Akmil.
Siti Rolijah menekankan pentingnya edukasi dini kepada siswa-siswi SMA/SMK terkait peluang dan prosedur bekerja ke luar negeri.
"Edukasi ini sebagai bentuk pencegahan dini agar mereka tidak menjadi korban TPPO," katanya.
Dengan langkah kolaboratif dan edukatif ini, diharapkan angka TPPO di Aceh dapat ditekan, sehingga generasi muda memiliki masa depan yang lebih aman dan terjamin.