Anggota Komisi II DPR Minta Pemerintah Tak Buru-buru Tutup BUMD Merugi
JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan meminta pemerintah tidak tergesa-gesa menutup badan usaha milik daerah (BUMD) yang dianggap selalu merugi.
Menurut dia, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus terlebih dahulu menginstruksikan pemerintah daerah untuk mengidentifikasi secara mendalam penyebab kerugian yang dialami BUMD.
"Sebelum dilakukan upaya penutupan, harus dilakukan Due Diligence terlebih dahulu terhadap perusahaan yang rugi. Jadi, lakukan identifikasi sebab kerugian BUMD tersebut dulu. Target dan realisasi juga harus dinilai," ujar Irawan dalam keterangannya, Selasa (24/12/2024).
Irawan berpandangan bahwa pemerintah perlu melihat permasalahan yang dialami setiap BUMD dari berbagai sisi, mulai dari kesehatan kinerja dan kesehatan perusahaan, hingga pelayanan kepada masyarakat.
Di samping itu, pemerintah juga diharapkan menjadikan penutupan BUMD sebagai opsi terakhir, selama upaya penyelamatan masih dimungkinkan melalui restrukturisasi organisasi.
"Restrukturisasi dilakukan sebagai upaya supaya BUMD tersebut bisa efisien dan profesional. Jadi, governance diperbaiki. Langkah penutupan harus jadi upaya terakhir setelah dilakukan evaluasi dan restrukturisasi," ujar politikus Partai Golkar itu.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan bahwa hampir semua BUMD di Indonesia mengalami kerugian.
Saat ini, terdapat sekitar 1.057 BUMD di seluruh wilayah Indonesia, namun hampir separuh dari jumlah tersebut tidak menghasilkan keuntungan, sehingga berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD) yang tidak maksimal.
“Ini jumlah BUMD kita ada 1.057 BUMD, badan usaha milik daerah. Hampir separuhnya bleeding, hampir separuhnya,” ujar Tito dalam acara Penganugerahan APBD Award dan Rakornas Keuangan Daerah 2024 di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Tito menjelaskan bahwa kerugian yang dialami oleh BUMD tidak terlepas dari penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat daerah, yang mempekerjakan dan menitipkan keluarga atau kerabat mereka di posisi strategis.
Ia bahkan menduga bahwa banyak BUMD yang dimanfaatkan oleh pejabat daerah untuk kepentingan pribadi.
“Kenapa? Naruh orang. Naruh orang, keluarga, saudara, teman di situ yang enggak capable. Yang kedua, mohon maaf, mungkin dipakai, ini ada teman-teman KPK, dipakai untuk hal-hal tertentu. Saya paham lah modus-modus operandinya. Akibatnya tidak dikelola secara profesional, akhirnya rugi,” kata Tito.
Sebagai langkah tindak lanjut, Tito mengaku telah mengeluarkan surat edaran yang meminta pemerintah daerah untuk menutup BUMD yang terus merugi dan tidak dapat diselamatkan.
Menurutnya, BUMD yang terus beroperasi tanpa menghasilkan keuntungan hanya akan membebani daerah.
“Saya sudah sampaikan, sudah buat surat edaran. Yang kira-kira sudah tidak mampu lagi diselamatkan, lebih baik setop. Kenapa? Karena kalau diteruskan, sudah rugi, harus membiayai operasionalisasinya dari APBD,” ujarnya.