Apa Alasan Kejagung Ajukan Banding Atas Putusan Harvey Moeis?
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno mengungkapkan alasan pihaknya melakukan banding atas putusan vonis Harvey Moeis tersangka tindak pidana korupsi (tipikor) kasus timah.
Dia mengatakan, bahwa hakim terkesan hanya mempertimbangkan peran dari masing - masing pelaku, dan tidak mempertimbangkan dampak kepada masyarakat dan lingkungan akibat perbuatan tersebut.
“Alasan putusan pidana badan rendah, hakim terkesan hanya mempertimbangkan peran masing-masing pelaku pidana,” kata Sutikno, kepada wartawan Jumat (27/12/2024).
“Hakim tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar,” tambahnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) resmi mengajukan banding terhadap vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat terhadap Harvey Moeis.
Sutikno mengatakan, banding juga dilakukan kepada empat terdakwa lainnya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
“Pada hari ini, Jumat tanggal 27 Desember 2024, Penuntut Umum dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Dalam Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022, menyatakan sikap atas Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Sutikno dalam keterangan resmi.
“Jaksa menyatakan upaya hukum Banding Perkara,” tambah dia.
Dalam kasus yang menjerat nama Harvey MoeiS, tuntutan JPU adalah 12 tahun penjara, uang pengganti (UP) Rp 210 miliar (subsider 6 tahun), denda Rp 1 miliar (subsider 1 tahun). Sementara putusan hakim 6,5 tahun penjara, UP Rp 210 miliar (subsider 2 tahun), denda Rp 1 miliar (subsider 6 bulan).
Selain Harvey, JPU juga melakukan banding terhadap putusan Suwito Gunawan dimana tuntutan JPU 14 tahun penjara, UP Rp 2,2 triliun (subsider 8 tahun), denda Rp 1 miliar (subsider 1 tahun). Sementara putusan Hakim adalah 8 tahun penjara, UP Rp 2,2 triliun (subsider 6 tahun), denda Rp 1 miliar (subsider 6 bulan).
Lalu, putusan perkara Robert Indarto dimana sebelumnya tuntutan JPU 14 tahun penjara, UP Rp 1,9 triliun (subsider 6 tahun), denda Rp 1 miliar (subsider 6 bulan). Sementara putusan Hakim adalah 8 tahun penjara, UP Rp1,9 triliun (subsider 6 tahun), denda Rp1 miliar (subsider 6 bulan).
Kemudian, Reza Andriansyah dimana awalnya tuntutan JPU adalah 8 tahun penjara, denda Rp 750 juta (subsider 6 bulan), dan putusan Hakim 5 tahun penjara, denda Rp 750 juta (subsider 3 bulan).
Selanjutnya, Suparta dimana tuntutan JPU 14 tahun penjara, UP Rp 4,5 triliun (subsider 8 tahun), denda Rp 1 miliar (subsider 1 tahun). Adapun putusan Hakim 8 tahun penjara, UP Rp 4,5 triliun (subsider 6 tahun), denda Rp 1 miliar (subsider 6 bulan).
Sementara itu, atas putusan hakim terhadap terdakwa Rosalina, yang divonis 4 tahun penjara dengan denda Rp 750 juta (subsider 6 bulan) diterima. Vonis ini dinilai lebih ringan dibanding tuntutan JPU, yakni 6 tahun penjara dengan denda yang sama.