Apa Dampak bagi Indonesia jika Trump atau Harris Menang Pilpres Amerika?

Apa Dampak bagi Indonesia jika Trump atau Harris Menang Pilpres Amerika?

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Beberapa dari Anda mungkin bertanya-tanya, apa dampak bagi Indonesia jika Donald Trump atau Kamala Harris yang menang dalam Pilpres AS 2024?

Amerika Serikat bagaimanapun masih menjadi negara adikuasa yang memiliki pengaruh dan kekuasaan besar dalam skala global.

Dilansir dari Kompas.id pada Senin (4/11/2024), bagi negara-negara lain, termasuk kawasan Asia Tenggara, pemimpin AS terpilih akan membawa dampak meski akan dipengaruhi dinamika hubungan dengan China.

”Siapa pun yang akan dipilih warga AS, negara-negara yang ditekan oleh China dan berupaya membalas tekanan itu kepada China bakal menjalin hubungan baik dengan AS beberapa tahun ke depan,” kata Zack Cooper, senior fellow lembaga think tank American Enterprise Institute, di Washington DC, menjawab pertanyaan Kompas.

Ia meyakini sejumlah negara akan tetap mencoba bekerja sama dengan Amerika Serikat siapa pun presidennya.

”Anda akan menjalin hubungan baik dengan AS karena adanya kepentingan pada AS sebagai kekuatan penyeimbang. (Presiden Joe) Biden telah melakukannya. Trump juga akan melakukan hal itu, begitu pula Harris,” jelas Cooper dalam pertemuan dengan 11 wartawan Asia Tenggara dalam program Tur Reporter AS-ASEAN atas undangan Misi AS untuk ASEAN.

Berkaitan dengan Indonesia, dosen di Universitas Princeton itu menganggap, sulit bagi Indonesia dan negara-negara lain seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan bahkan Singapura untuk berhubungan yang benar-benar baik dengan AS tanpa gencatan senjata di Gaza dan Lebanon.

”Saya pikir, hal ini yang membuat berhubungan dengan Trump (jika terpilih) cukup sulit,” ujar Cooper.

”Indonesia secara khusus berharap pada investasi perdagangan. Saya benar-benar khawatir, jika Trump (terpilih) dan menetapkan tarif global 10 persen, hal itu akan mengirim pesan cukup buruk kepada Indonesia tentang kemauan AS memperdalam hubungan perdagangan,” tambah Cooper.

Sementara itu, jajak pendapat terbaru menunjukkan Harris dan Trump masih bersaing ketat secara nasional maupun di negara-negara bagian yang menjadi medan pertempuran jelang Pilpres AS 2024.

Bahkan, perbedaan elektabilitas Trump dan Harris secara umum hanya terpaut 0,9 persen.

Berdasarkan data survei terkini yang dihimpun FiveThirtyEight, Harris sedikit unggul dari Trump dengan elektabilitas 47,9 persen per Minggu (3/11/2024). Sedangkan, Trump 47 persen.

Pada hari-hari terakhir kampanye, kedua belah pihak sama-sama membanjiri situs media sosial dan stasiun TV serta radio dengan kampanye iklan putaran terakhir, dan berlomba-lomba mengetuk pintu dan menelepon.

Tim kampanye Harris percaya besarnya upaya mobilisasi pemilih membuat perbedaan dan mengatakan para relawannya telah mengetuk ratusan ribu pintu di setiap negara bagian yang menjadi medan pertarungan pada akhir pekan ini.

“Kami merasa sangat senang dengan posisi kami saat ini,” ujar ketua kampanye Jen O’Malley Dillon kepada para wartawan, sebagaimana dilansir Reuters.

Tim kampanye Harris mengatakan, data internalnya menunjukkan para pemilih yang belum memutuskan akan mendukung mereka, terutama perempuan di negara-negara bagian yang menjadi medan pertempuran.

Mereka juga melihat adanya peningkatan jumlah pemilih awal di antara bagian inti dari koalisi mereka, termasuk para pemilih muda dan pemilih kulit berwarna.

Tim kampanye Trump memiliki operasi pengumpulan data internal sendiri, tetapi secara efektif telah mengalihdayakan sebagian besar pekerjaan kepada super PAC, kelompok politik sekutu yang dapat mengumpulkan dan membelanjakan uang dalam jumlah tak terbatas.

Mereka lebih fokus untuk menghubungi pemilih “kecenderungan rendah”, atau pemilih yang sering tidak pergi ke tempat pemungutan suara, alih-alih menarik pemilih menengah yang bisa berpindah ke salah satu sisi.

Banyak di antara mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah pendukung Trump, namun mereka bukanlah pemilih yang dapat diandalkan.

Para pemilih yang menjawab jajak pendapat Reuters/Ipsos pada akhir Oktober menempatkan ancaman terhadap demokrasi sebagai masalah terbesar kedua yang dihadapi AS saat ini, setelah ekonomi.

Trump percaya bahwa kekhawatiran tentang ekonomi dan harga-harga yang tinggi, terutama untuk makanan dan sewa, akan membawanya ke Gedung Putih.

“Kami akan memotong pajak Anda, mengakhiri inflasi, memangkas harga-harga Anda, menaikkan upah Anda dan membawa ribuan pabrik kembali ke Amerika,” ujar Trump pada Minggu (3/11/2024) dalam sebuah rapat umum di Lititz, Pennsylvania.

Hari terakhir kampanyenya pada Senin akan mencakup pemberhentian di tiga dari tujuh negara bagian yang diperkirakan akan menentukan pemenangnya.

Ia akan mengunjungi Raleigh, North Carolina; Reading dan Pittsburgh di Pennsylvania, dan Grand Rapids, Michigan.

Dia kemudian berencana untuk kembali ke Palm Beach, Florida, untuk memberikan suara dan menunggu hasil pemilu.

Sedangkan Harris berencana untuk menghabiskan Senin untuk berkampanye di Pennsylvania, memulai harinya di Allentown, salah satu wilayah yang paling kompetitif di negara bagian ini, sebelum menuju ke Pittsburgh dan Philadelphia.

Pennsylvania adalah hadiah terbesar di antara negara-negara bagian yang menjadi medan pertarungan, menawarkan 19 dari 270 suara Electoral College yang dibutuhkan seorang kandidat untuk memenangkan kursi kepresidenan.

Para analis pemilu AS yang tidak berpihak menghitung, bahwa Harris harus memenangkan sekitar 45 suara elektoral di tujuh negara bagian yang mengambang untuk memenangkan Gedung Putih, sementara Trump membutuhkan sekitar 51 suara, jika memperhitungkan negara-negara bagian yang diperkirakan akan dimenangkannya dengan mudah.

Kini, sekitar 77 juta warga Amerika Serikat telah menggunakan hak pilih ketika pemungutan suara awal ditutup pada Minggu (3/11/2024). Sisanya akan memilih pada hari puncak Pilpres Amerika pada 5 November.

 

Sumber