Apa Perbedaan Batik Pekalongan dan Batik Solo?
KOMPAS.com - Ada sejumlah perbedaan antara batik Pekalongan dan batik Solo, meskipun keduanya berada di wilayah Jawa Tengah.
Perbedaan batik Pekalongan dan Solo, antara lain terletak pada warna maupun motif.
Selain itu, perbedaan kedua batik tersebut dipengaruhi oleh letak wilayah, budaya, dan sejarah.
Batik merupakan teknik, simbol, dan kebudayaan yang berkaitan dengan mewarnai kain katunmaupun sutra dengan tangan yang berasal dari Indonesia.
Tradisi batik berawal dari tradisi keraton yang kemudian melebar ke luar luar keraton.
Hal ini karena, tradisi tersebut dibawa oleh abdi dalem maupun keluarga keraton ke luar lingkungan keraton.
Berikut ini adalah perbedaan batik Pekalongan dan batik Solo.
Batik Solo adalah kain batik yang berasal dari Solo atau Surakarta, Jawa Tengah.
Batik Solo sangat erat kaitannya dengan kehidupan keraton yang ada di wilayah ini.
Keberadaan batik Solo mulai berkembang saat wilayah Mataram Islam terpecah menjadi duasetelah penandatangan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755.
Wilayah yang terpisah, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Dilansir dari laman Pemerintah Kota Surakarta, akhirnya, Paku Buwono IV memutuskan untuk membuat sendiri busana keraton yang baru yang bernama Gragak Surakarta atau artinya Gaya Surakarta.
Setelah pembuatan Gragak Surakarta, corak batik Solo mengalami perkembangan dan bermunculan corak baru.
Meskipun corak batik Solo semakin beragam, namun batik ini tetap memiliki ciri khas.
Ciri Khas Batik Solo adalah identik dengan warna kecoklatan dan krem. Warna lain yang digunakan berupa warna gelap, seperti coklat dan hitam.
Motif batik Solo berupa geometris dan berukuran kecil-kecil mengikuti pakem batik Mataram.
Keberadaan motif batik Solo terbagi menjadi dua, motif yang berasal dari Keraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran.
https //pariwisatasolo.surakarta.go.id/ Kampung Batik Solo - Seorang pengrajin batik di Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah.
Motif Keraton Kasunanan yang terkenal, antara lain parang curiga, parang barong, parang sarpa, ceplok lung kestlop, ceplo burba, candi luhur, srikaton, dan bondhet.
Sementara motif Pura Mangkunegaran, seperti sapanti nata, buketan pakis, ole-ole, wahyu temurun, parang kesit barong, parang klithik glebag, parang sondher, seruni, dan liris cemeng.
Batik Pekalongan banyak dipengaruhi dari sejumlah wilayah. Selain Jawa, batik Pekalongan dipengaruhi oleh sejumlah negara yang singgah di pelabuhan di Pekalongan.
Dilansir dari laman Pemerintah Kota Pekalongan, batik Pekalongan diperkirakan telah ada pada tahun 1800.
Bahkan ada motif batik yang dibuat pada tahun 1802, berupa pohon kecil untuk bahan baju.
Setelah Perang Diponegoro atau Perang Jawa pada tahun 1825-1830, sejumlah keluarga Keraton Mataram dan pengikutnya meninggalkan kerajaan ke arah timur dan barat.
Di daerah baru, mereka mengembangkan batik.
Perjalanan ke arah timur mempengaruhi batik yang terdapat di Tulungagung, Mojokerto, Gresik, Surabaya, dan Madura.
Sementara, perjalanan menuju arah barat mempengaruhi batik di Banyumas, Tegal, Kabumen, Cirebon, dan Pekalongan.
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR Antropolog dari Belanda, Sandra Niessen, bersama Kepala Museum Batik Pekalongan Tanti Lusiani membentangkan batik dengan motif khas Pekalongan, Senin (1/10/2012). Batik ini adalah salah satu koleksi batik dari Stephanie Belfrage (Australia), yang diserahkan Sandra untuk Museum Batik Pekalongan, Jateng.
Batik Pekalongan juga dipengaruhi alkuturasi budaya Indonesia dengan budaya negara lain, seperti Arab, Belanda, India, Tionghoa, Melayu, dan Jepang.
Hal tersebut karena, Kota Pekalongan berada di pesisir pantai utara Jawa dan memiliki pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa.
Batik Pekalongan juga sering disebut batik pesisir.
Adanya alkuturasi budaya dan letak wilayah di pesisir mempengaruhi hasil karya batik Pekalongan, wujudnya berupa beragamnya motif dan warna batik yang cerah.
Berikut ini adalah beberapa motif batik Pekalongan.
Motif Jlamprang
Ciri khas motif jlamprangan berupa bulat dan kotak geometris yang saling berhimpit, sehingga menjadi pola yang padat.
Bentuk motif tersebut dipengaruhi oleh budaya Islam, yang melarang penggunaan motif makhluk hidup yang bersenyawa.
Motif ini biasanya menggunakan dua warna dalam satu kain.
Pada saat ini, motif jlamprang dibuat menggunakan cap, karena pembatik canting tulisnya tidak sanggup lagi untuk berkarya.
Motif Semen
Motif semen adalah batik klasik di Pekalongan. Motif ini biasanya bergambar mengenai daratan dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Nama semen berasal dari kata semi yang berarti tumbuh. Yang maksudnya tidak lain kehidupan yang semi atau kehidupan yang berkembang.
Motif Sawat
Motif sayap berupa sebelah sayap yang menggambarkan harapan supaya pemakai memperoleh perlindungan.
Dalam bahasa Jawa, sawat berarti melempar. Sebagian orang Jawa mempercayai bahwa para dewa dapat mengendalikan alam semesta.
KOMPAS.com/ GLORI K WADRIANTO Kain batik tulis Pekalongan yang dipajang di teras Galeri MULA Creative Hub, Cilandak Town Square, Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Motif Liong
Pola motif batik liong merupakan wujud makhluk imaginer, seperti ular naga.
Filosofi ular naga sebagai simbol kekuasaan yang berwujud dalam beragam kekuatan makhluk serta menyatu pada dirinya.
Motif liong tersebut dipengaruhi oleh etnis Tionghoa yang berada di wilayah Jawa.
Motif Buketan
Motif batik buketan dipengaruhi oleh budaya asing.
Nama buketan berasal dari kata bouquet yang berarti rangkaian bunga, dalam bahasa Belanda dan Perancis.
Motif tersebut dalam batik mudah dikenali, antara lain bunga, burung, serta tumbuhan sulur seperti yang yang tumbuh di Belanda.
Motif Lung-lungan
Motif lung-lungan merupakan motif batik khas pesisir, yang menggambarkan tanaman menjalar.
Motif yang digunakan berupa kuncup, tunas, atau rantai yang mengandung unsur daun dan bunga yang menjalar.
Filosofi motif lung-lungan adalah sebuah kehidupan yang terus berkembang.
Motif Terang Bulan
Motif terang bulan adalah salah satu motif batik Pekalongan yang bergambar flora dan fauna pada dua sisi kain yang menyiku.
Ragam hias ini merepresentasikan suasana terang bulan dan motif yang "terlihat" akibat terkena cahaya terang bulan.
Sumber
mijen.semarangkota.go.id
surakarta.go.id
repository.unikal.ac.id
pekalongankota.go.id
lifestyle.kompas.com (Penulis Devi Pattricia | Editor Bestari Kumala Dewi)
digilib.isi.ac.id
kebudayaan.kemdikbud.go.id