AS Bilang Netanyahu Siap untuk Gencatan Senjata

AS Bilang Netanyahu Siap untuk Gencatan Senjata

Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan mengunjungi Israel dan bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, untuk mendukung upaya yang baru-baru ini dihidupkan kembali demi mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Setelah pertemuan itu, Sullivan mengatakan ia "mendapat kesan" bahwa pemimpin Israel itu "siap untuk membuat kesepakatan" yang akan mengamankan berakhirnya permusuhan antara Israel dan Hamas di Gaza. Kesepakatan itu juga akan memastikan pembebasan 100 sandera yang masih ditahan oleh Hamas, setelah diculik masuk ke Jalur Gaza dalam serangan pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang warga sipil Israel.

"Tujuan saya adalah menempatkan kami pada posisi untuk dapat menyelesaikan kesepakatan itu pada bulan ini," kata Sullivan dalam konferensi pers di Tel Aviv. Kelompok Hamas dikategorikan sebagai kelompok teror oleh Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa dan beberapa negara lain.

Serangan balasan Israel kepada Hamas telah menewaskan setidaknya 44.805 orang di Gaza, di mana kebanyakan korban adalah warga sipil, menurut angka dari kementerian kesehatan yang dikelola Hamas, tetapi dianggap dapat dipercaya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kamis (12/12), Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin dan tanpa syarat apa pun.

Otoritas yang dipimpin Hamas di Gaza mengatakan bahwa serangan udara Israel baru-baru ini telah menewaskan setidaknya 33 orang, termasuk 12 penjaga yang mengamankan truk-truk bantuan.

Sementara itu, Pasukan Pertahanan Israel IDF mengatakan pihaknya menargetkan militan yang merencanakan pembajakan kendaraan-kendaraan itu.

PBB dan badan bantuan lainnya telah berulang kali memperingatkan tentang krisis kemanusiaan akut di Jalur Gaza setelah 14 bulan perang Israel-Hamas berlangsung.

Juru bicara UNRWA Louise Wateridge mengatakan kepada wartawan yang mengunjungi Nuseirat di Gaza tengah bahwa kondisi masyarakat di Jalur Gaza "mengerikan dan apokaliptik" atau layaknya hari kiamat.

Israel juga melakukan serangan ke Lebanon selatan. IDF mengatakan pasukannya telah menargetkan militan Hizbullah yang kehadirannya di daerah itu dianggap sebagai pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Lebanon.

Di wilayah lain, Israel terus beroperasi di Suriah setelah jatuhnya rezim Assad.

Pasukan IDF masih berada di zona penyangga yang diawasi oleh PBB, yang memisahkan pasukan Israel dan Suriah di Dataran Tinggi Golan, dalam langkah yang menurut PBB melanggar perjanjian gencatan senjata 1974.

Selama kunjungan ke Yordania, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken mengatakan, Israel khawatir terhadap kekosongan kekuasaan yang dapat diisi oleh para ekstremis, tetapi Washington telah berbicara dengan pihak Israel mengenai langkah selanjutnya.

"Pada saat seperti ini, sangat penting bagi kami untuk memastikan bahwa kami tidak akan memicu konflik tambahan," kata Blinken.

Pada Senin (09/12), Israel mengatakan pihaknya telah menyerang "senjata kimia yang tersisa atau misil atau roket jarak jauh, agar tidak jatuh ke tangan para ekstremis."

Direktur Jenderal Organisasi Pelarangan Senjata Kimia OPCW, Fernando Arias, mengatakan kelompoknya "mengikuti dengan seksama" laporan-laporan serangan terhadap fasilitas militer.

"Kami belum tahu apakah serangan ini telah mempengaruhi wilayah yang terkait dengan senjata kimia. Serangan udara semacam itu dapat menimbulkan risiko kontaminasi," katanya dalam sebuah pidato.

kp/rs/hp (AFP, AP, Reuters)

Simak juga Video ‘Respons Bos Kesehatan AS Atas Tragedi Pembunuhan CEO UnitedHealth’

[Gambas Video 20detik]

Sumber