Asal-usul Rp 1 Triliun di Rumah Zarof Ricar Belum Terungkap, Pengamat: Kejagung Harus Berani

Asal-usul Rp 1 Triliun di Rumah Zarof Ricar Belum Terungkap, Pengamat: Kejagung Harus Berani

JAKARTA, KOMPAS.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai lambat dalam mengusut tuntas kasus mafia peradilan yang melibatkan Zarof Ricar, mantan Kapus Diklat Mahkamah Agung.

Hingga kini, temuan uang dan emas Rp 1 triliun di rumah Zarof Ricar belum diketahui asal-usulnya.

Pakar hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar, menilai penanganan kasus ini membutuhkan keberanian ekstra karena berpotensi mengungkap jaringan luas yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pejabat tinggi dan aparat penegak hukum.

“Dari penyitaan rumah Zarof yang penuh dengan uang tunai dan emas, bisa terbuka semua kasus peradilan yang pernah ditanganinya,” kata Abdul Fickar kepada Kompas.com, Kamis (19/12/2024).

Fickar mendorong Kejagung untuk bertindak tegas dan transparan dalam mengusut kasus ini.

Ia menegaskan bahwa Kejagung harus berani membongkar semua pihak yang terlibat, termasuk aparat kejaksaan yang bermain dalam kasus tersebut.

“Kejagung harus berani membuka semuanya. Jika ada jaksa yang terlibat, jangan ragu untuk menindaknya. Mafia peradilan ini bukan isapan jempol, dan kasus Zarof ini bisa menjadi pintu masuk untuk membersihkan sistem peradilan kita,” tegasnya.

Menurut Fickar, lambannya penyidikan bisa disebabkan Kejagung sedang memilah-milah kasus yang pernah ditangani Zarof.

Namun, ia mengingatkan bahwa proses ini tidak boleh berlarut-larut.

“Zaman sekarang adalah zamannya pembersihan. Jangan malu untuk mengakui dan memperbaiki. Kalau sistem ini tidak dibersihkan, kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum akan terus menurun,” katanya.

Zarof sebagai "Bank" Mafia Peradilan

Abdul Fickar menjelaskan, posisi Zarof yang strategis sebagai mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung memberinya jaringan luas dengan para hakim di berbagai tingkatan.

Dia menilai, hal ini dimanfaatkan untuk memfasilitasi suap, negosiasi putusan, hingga pengaturan kasus.

“Zarof ini populer di kalangan hakim. Hampir semua hakim yang pernah mengikuti diklat pada zamannya pasti mengenalnya. Ini yang membuatnya menjadi daya tarik bagi orang-orang yang ingin menyelesaikan masalah hukum dengan cara tidak benar,” ungkapnya.

Fickar juga menduga, banyak pejabat tinggi atau tokoh terpandang yang memanfaatkan jasa Zarof untuk mengatur kasus mereka.

“Potensi itu pasti ada. Dengan jaringan seluas itu, tidak menutup kemungkinan ada pejabat negara atau orang-orang terpandang yang menggunakan jasanya. Ini yang harus diungkap oleh Kejagung,” tambahnya.

Mengungkap Jaringan Mafia Peradilan

Fickar juga menyoroti bahwa mafia peradilan tidak hanya terjadi dalam kasus pidana, tetapi juga kasus perdata yang jarang menjadi sorotan.

“Banyak kasus perdata yang dimainkan, tapi jarang dipublikasikan. Antara penggugat dan tergugat bisa saja terjadi kesepakatan yang dimediasi oleh pihak-pihak seperti Zarof. Ini yang juga harus diungkap,” ujarnya.

Ia berharap Kejagung tidak hanya fokus pada kasus Zarof, tetapi juga memanfaatkan momentum ini untuk membersihkan peradilan secara menyeluruh.

“Ini bukan hanya tentang Zarof. Ini tentang bagaimana kita membersihkan sistem peradilan dari akar-akarnya. Semua kasus yang berpotensi dimainkan harus diungkap, baik itu pidana maupun perdata,” tegasnya.

Sumber