Asal Usul Sebutan Imlek di Indonesia, Begini Penjelasannya
Sebutan ‘Imlek’ untuk Tahun Baru Cina ternyata hanya ada dan digunakan di Indonesia saja. Di luar negeri, Tahun Baru Cina disebut ‘Chinese New Year’ atau ‘Lunar New Year’ atau ‘Spring Festival’. Sementara di Cina, disebut ‘Chunjie’.
Lantas, mengapa penyebutan Tahun Baru Cina sebagai ‘Imlek’ hanya ada di Indonesia?
Penyebutan ‘Imlek’ untuk Tahun Baru Cina yang digunakan di Indonesia ini berasal dari bahasa Mandarin dialek Hokkian. Penyebutan istilah ini digunakan oleh masyarakat perantau etnis Tionghoa di Nusantara, khususnya pada masa lampau.
Mengutip dari Portal Informasi Indonesia (Indonesia.go.id), kata ‘Imlek’ (阴历) terdiri dari dua suku kata, yaitu ‘Im’ yang artinya ‘bulan’ dan ‘Lek’ yang artinya ‘kalender’ atau ‘penanggalan’. Sehingga kata ‘Imlek’ diartikan sebagai ‘kalender bulan’.
Dalam dialek Hokkien, kata ‘Imlek’ disebut juga dengan ‘Yinli’ (陰曆), yang artinya ‘kalender bulan’. Sementara dalam bahasa Mandarin, kalender bulan disebut ‘Nongli’ (農曆), dan tahun baru disebut ‘Chunjie’ (春节) yang artinya ‘Festival Musim Semi.’
Penggunaan istilah ‘Chunjie’ yang artinya festival musim semi ini dianggap kurang pas dengan kondisi di Indonesia. Sehingga istilah ‘Imlek’ dianggap lebih umum dan mudah diterima, juga sudah menjadi bagian dari interaksi sehari-hari sejak lama.
Sejarah perayaan Imlek di Indonesia sendiri dilatarbelakangi kedatangan masyarakat Tionghoa ke Nusantara sejak ribuan tahun silam. Seiring perkembangan zaman, budaya perayaan Imlek turut berkembang di tengah masyarakat Indonesia.
Mengutip dari IndonesiaBaik, setelah proklamasi kemerdekaan, pada tahun 1946, Presiden Sukarno mengeluarkan penetapan empat hari raya keagamaan di Indonesia. Termasuk perayaan Imlek sebagai hari raya agama Konghucu.
Namun pada 6 Desember 1967, perayaan Imlek sempat tidak diperbolehkan di masa kepemimpinan Presiden Suharto. Berdasarkan instruksinya, perayaan Imlek hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup saja.
Bergantinya pemimpin, pada 17 Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengeluarkan keputusan yang menjadikan masyarakat Tionghoa diberi kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, dan adat istiadatnya termasuk merayakan upacara-upacara keagamaan seperti Imlek, Cap Go Meh dan sebagainya secara terbuka.
Kemudian pada 19 Januari 2001, Menteri Agama mengeluarkan keputusan yang menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional fakultatif. Selanjutnya, pada 2002, Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Tonton juga Video Pernak-pernik Shio Ular Mulai Diminati Jelang Imlek
[Gambas Video 20detik]