ASN Otomatis Dicoret dari Penerima Bansos Usai Data Sosial Ekonomi Tunggal Digunakan
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyebut, data tunggal sosial ekonomi yang tengah disusun pemerintah secara otomatis akan menolak aparatur sipil negara (ASN) terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos).
Untuk diketahui, pada 2021, Kementerian Sosial (Kemensos) pernah menemukan 31.624 ASN dari 34 provinsi terdaftar sebagai penerima bansos.
Gus Ipul mengatakan, data sosial ekonomi yang tengah disusun pemerintah berdasar pada pemadanan berbasis nomor induk kependudukan (NIK). Data itu akan mulai digunakan pada 2025.
“(ASN) otomatis akan tertolak (jadi penerima bansos). Karena ini sudah padan dengan NIK juga. Jadi akan tertolak dengan sendirinya,” kata Gus Ipul saat ditemui di Kantor Kemensos, Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2024).
Menurut dia, proses penyusunan data sosial ekonomi yaitu juga melalui tahapan rekonsiliasi dengan data-data lain sehingga orang-orang yang tidak masuk kriteria penerima bansos otomatis akan dicoret.
Meski demikian, Kemensos juga mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekeliruan (error) dengan persentase sekitar 1 persen.
Oleh karena itu, pihaknya menyediakan jalur untuk melakukan sanggah bagi pihak-pihak yang keberatan namanya dicatut sebagai penerima bansos atau bukan penerima bansos padahal berhak atas bantuan negara tersebut.
Proses ini bisa ditempuh secara formal melalui kelurahan, kecamatan, Dinas Sosial, hingga Kementerian Sosial atau melalui jalur partisipasi.
“Di mana masyarakat bisa buka cek bansos, kemudian di sana ada usul sanggah, dengan melampirkan beberapa hal yang penting untuk menjadi penggiat dari usul maupun sanggahnya itu. Insyaallah nanti akan kita tindak lanjuti,” ujar Gus Ipul.
Sebelumnya, pemerintah tengah menyusun data tunggal ekonomi sosial yang akan menjadi acuan kementerian/lembaga, termasuk Kemensos dalam menyalurkan bantuan.
Kebijakan ini dilaksanakan karena sebelumnya antara kementerian/lembaga memiliki data sosial ekonomi serupa yang berbeda-beda.
Kemensos misalnya, menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan lainnya.
Presiden Prabowo Subianto kemudian menunjuk Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memimpin proyek ini.
“Tahun depan kami berharap bisa memberikan hasil data tunggal sosial ekonomi sesuai yang diharapkan oleh Bapak Presiden dan kemudian nanti dimanfaatkan langsung oleh Pak Mensos, Menteri PPN Kepala Bappenas dan juga Pak Menko PM,” kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti saat menyambangi Gus Ipul di kantor Kemensos, Selasa (24/12/2024).
Persoalan data penerima bansos ini juga pernah menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus Koordinator Stranas PK, Pahala Nainggolan mengatakan, sebanyak 493.000 penerima bansos menerima upah minimum di atas upah minimum provinsi atau daerah.
“Artinya dia terindikasi sebenarnya menerima upah, dia bekerja, menerima upah layak," kata Pahala di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi atau Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Selain itu, KPK juga menemukan 23.000 penerima bansos tercatat sebagai ASN. Angka ini diketahui setelah melakukan pemadanan data dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Kita padankan data dengan BKN, mau lihat siapa yang terindikasi ASN. Ternyata kita temukan sekitar 23,800 itu memiliki pekerjaan sebagai ASN," ungkap Pahala.