Assad Lengser, Siapa Saja Pemain yang Akan Ukir Masa Depan Suriah?
Jatuhnya rezim Assad di Suriah memicu kekhawatiran soal siapa yang akan mengisi kekosongan pemimpin negara itu.
"Mereka tiba di sini dengan kekhawatiran terhadap kaum Islamis," begitu pernyataan salah satu narasumber mengenai suasana hati para menteri luar negara-negara Arab yang terbang ke Doha pada Sabtu (07/12) malam untuk melakukan pembicaraan penting guna mencegah kekacauan dan pertumpahan darah di Damaskus.
Kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menyatakan telah menguasai pusat Ibu Kota Suriah tersebut.
Pemimpin HTS, Abu Mohammed al-Jolani, dengan penuh kemenangan mengumumkan "penaklukan Damaskus".
Sekarang dia menggunakan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, alih-alih nama samaran sebagai tanda kebangkitannya yang tiba-tiba ke panggung nasional.
Ia pasti akan memainkan peran penting yang menentukan tatanan baru Suriah setelah berakhirnya pemerintahan represif keluarga Assad selama setengah abad.
Namun, pemimpin organisasi yang dilarang oleh PBB dan juga sejumlah negara Barat ini bukanlah satu-satunya pemain penting di Suriah.
"Ceritanya belum ditulis," kata Marie Forestier, penasihat senior Suriah untuk Institut Perdamaian Eropa, memperingatkan.
ReutersPemimpin HTS Abu Mohammed al-Jolani telah memoles citranya sejak memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda pada tahun 2016.
Ia dan para pengamat yang kebetulan menghadiri pertemuan tahunan Forum Doha menyebut ada kelompok pemberontak lain yang baru-baru ini disebut sebagai Operasi Selatan.
Komponen pasukan tersebut didominasi oleh para anggota Tentara Pembebasan Suriah (FSA) yang erat bekerja sama dengan negara-negara Barat sejak awal pemberontakan Suriah pada 2011.
"Permainan baru saja dimulai," kata Marie Forestier untuk menggambarkan dimulainya babak baru yang penting ini.
Hal tersebut ditandai dengan ledakan perayaan di jalan-jalan, namun juga pertanyaan-pertanyaan kritis tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.
Baca juga
Ketika kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) bergerak maju dengan kecepatan yang mencengangkan dan menghadapi sedikit perlawanan, pasukan pemberontak di wilayah-wilayah lain di Suriah sontak muncul. Begitu pula kelompok-kelompok bersenjata lokal di sejumlah daerah.
"Melawan rezim Assad adalah perekat yang menjaga koalisi de facto ini tetap bersatu," ujar Thomas Juneau, pakar Timur Tengah di Sekolah Pascasarjana Urusan Publik dan Internasional Universitas Ottawa, yang juga berada di Doha.
"Sekarang setelah Assad melarikan diri, persatuan yang berkelanjutan di antara kelompok-kelompok yang menggulingkannya akan menjadi tantangan," sambungnya.
BBC
Kelompok-kelompok tersebut termasuk aliansi yang berada dalam payung milisi sokonganTurki dan dikenal sebagai Tentara Nasional Suriah, mirip seperti HTS yang mendominasi di sebelah barat laut Suriah.
Di timur laut Suriah, kelompok Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang sebagian besar orang Kurdi juga telah memperoleh wilayah dan akan bertekad untuk mempertahankan apa yang telah mereka rebut.
Namun, pemimpin HTS yang ambisius dan terkenal telah merebut perhatian.
Retorika dan rekam jejaknya sekarang sedang diawasi oleh warga Suriah, serta negara-negara tetangga dan sekitarnya.
Komandan yang pertama kali muncul sebagai afiliasi al-Qaeda ini memutuskan hubungan dengan kelompok jihad tersebut pada 2016 dan telah berusaha memoles citranya sejak saat itu.
Selama bertahun-tahun, dia mengirim pesan-pesan yang bersifat mendamaikan ke luar negeri dan kini, ia meyakinkan banyak warga minoritas Suriah bahwa mereka tidak perlu khawatir.
Baca juga
"Pesan-pesannya disambut dengan hati-hati," jelas Marie Forestier.
"Tetapi, kita tidak boleh melupakan delapan tahun terakhir pemerintahan otoriternya dan latar belakangnya."
Kehadiran HTS, baik dalam bentuk organisasi politik dan paramiliter, di provinsi konservatif seperti Idlib ditandai dengan pembentukan pemerintahan yang disebut sebagai Pemerintahan Keselamatan Suriah.
Pemerintahan Keselamatan Suriah menoleransi kebebasan beragama yang terbatas, tapi juga ditandai dengan tindakan represif.
BBC
Kota terbesar kedua Suriah, Aleppo, merupakan wilayah perkotaan pertama yang direbut HTS dalam serangan kilatnya. Di sana para anggotanya juga telah berusaha membuktikan mereka layak untuk memerintah.
Kelompok tersebut juga telah mengirimkan pesan yang meyakinkan ke negara-negara seperti Irak bahwa perang tidak akan meluas ke perbatasan mereka.
Negara-negara tetangga lainnya, termasuk Yordania khawatir keberhasilan kelompok Islamis di sana dapat membangkitkan kelompok-kelompok militan yang tidak puas di dalam perbatasan mereka.
Turki, yang pasti akan memainkan peran kunci, memiliki kekhawatirannya sendiri.
EPABeberapa jam setelah rezim jatuh, suasana di jalan-jalan Damaskus penuh kegembiraan.
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dianggap sebagai kelompok teroris yang terkait dengan kelompok Kurdi PKK yang dilarang Turki dan tidak akan ragu untuk campur tangan secara militer dan politik seperti yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun jika kepentingannya terancam.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, telah mengatakan ke Forum Doha pada Sabtu bahwa "tidak bisa diterima" sebuah kelompok yang disebutnya terorisyang secara jelas merujuk pada HTSdapat menguasai Suriah.
Menjelang malam, Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pederson, berkata ada "pemahaman baru tentang realitas baru".
Para menteri luar negeri di Timur Tengah, termasuk mantan sekutu setia Presiden Assad, yakni Iran dan Rusia, masih menyerukan upaya untuk membentuk proses politik yang inklusif.
Hal itu juga digaungkan oleh Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Geir Pederson.
"Babak gelap ini telah meninggalkan luka yang dalam, tapi hari ini kita menanti dengan harapan yang hati-hati untuk dimulainya babak yang baru. Babak yang berisi perdamaian, rekonsiliasi, martabat, dan inklusi bagi semua warga Suriah," ucapnya setelah pertemuannya di Doha.
Baca juga
Banyak pengamat di sana tampaknya enggan untuk segera mengambil kesimpulan soal jenis pemerintahan seperti apa yang akan muncul di negara yang dikenal dengan keberagaman kelompok Kristen dan Muslimnya.
"Saya belum ingin memprediksi lebih jauh," kata seorang diplomat Barat ketika ditanya tentang kekhawatiran apa pun mengenai tatanan yang didominasi kaum Islamis.
"Kita baru saja memulai dengan HTS, yang telah memimpin kudeta tanpa pertumpahan darah," sambungnya.
Thomas Juneau, pakar Timur Tengah di Sekolah Pascasarjana Urusan Publik dan Internasional Universitas Ottawa, setuju.
"Untuk saat ini, ada baiknya untuk menghargai keruntuhan yang menjadi sejarah dari salah satu rezim paling brutal dalam beberapa dekade terakhir," katanya.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyebut perubahan luar biasa cepat di Suriah sebagai hasil dari strategi AS yang pada dasarnya telah melemahkan peran Rusia dan Iran di kawasan tersebut sehingga membantu mempercepat kejatuhan Assad.
Meski kenyataannya, Washington tidak pernah meramalkan bahwa dukungan militernya untuk Israel sejak serangan Hamas pada Oktober lalu dan kepada Ukraina sejak invasi dari Rusia pada 2022, akan berkontribusi pada runtuhnya setengah abad kekuasaan Assad di Suriah.
EPA
Namun hal itu telah terjadi dan sekarang AS harus menghadapi akibatnya sebuah "kesempatan bersejarah" tetapi "penuh risiko dan ketidakpastian", menurut Biden.
Washington sedang mencoba mencari tahu apa yang akan terjadi selanjutnya siapa yang bakal memerintah Suriah?
Untuk itu, Presiden Biden bertemu dengan tim keamanan nasionalnya di Gedung Putih pada Minggu (08/12) pagi.
Pemerintah AS tidak akan meratapi berakhirnya rezim Assad, pengebirian Iran, atau penghinaan Rusia di Suriah.
Ketakutan AS adalah tentang kekosongan kepemipinan dan perlunya keseimbangan kekuatan.
Saat Damaskus menggemakan tembakan perayaan atas kejatuhan Assad, sebagian besar warga Suriah tidak merasakan kekhawatiran seperti yang diutarakan Amerika.
Baca juga
Amerika Serikat dinilai akan bergabung sesaat untuk memuji jatuhnya seorang otokrat yang brutal. Namun, AS cemas tentang siapa yang mengisi kekosongan itu.
Pentagon telah menjelaskan dengan terang bahwa pasukan Amerika akan tetap berada di sebelah timur Suriah. Di sana AS memiliki sejumlah kecil pasukan untuk melawan kelompok ISIS.
Wakil Asisten Menteri Pertahanan AS untuk Timur Tengah, Daniel Shapiro, telah meminta semua pihak untuk melindungi warga sipil, khususnya kaum minoritas, dan untuk menghormati norma-norma internasional.
"Kami menyadari bahwa keadaan yang kacau dan dinamis di Suriah bisa memberi ISIS ruang untuk menjadi aktif, merencanakan operasi eksternal, dan kami bertekad untuk bekerja dengan mitra-mitra tersebut untuk melemahkan kemampuan mereka," ujar Daniel Shapiro.
ReutersBiden mengaku turut bertanggung jawab atas jatuhnya Assad.
Pasukan AS juga melatih dan memperlengkapi apa yang dilihat Washington sebagai pasukan Arab dan Kurdi moderat di sebelah timur Sungai Efrat dan di pangkalan militer al-Tanf, dekat perbatasan dengan Irak dan Yordania.
Kita belum tahu pendekatan apa yang akan diambil Damaskus atas kehadiran AS di Suriah, tetapi tampaknya Washington sekarang akan mendorong stabilitas negara melalui negosiasi.
Sebelumnya dalam perang saudara di Suriah, Presiden Barack Obama memberikan izin untuk dukungan yang terbatas terhadap pemberontak moderat di tempat lain di negara itu.
Tapi dukungan itu kemudian dibatalkan karena para ekstremis mulai mendominasi medan perang dan Rusia memasuki perang atas nama Assad.
Washington sejak itu mendukung proses PBB untuk penyelesaian melalui negosiasi antara Assad dan pasukan oposisi.
Baca juga
Sementara itu kelompok yang memimpin serangan selama dua minggu ke Damaskus yakni Hayat Tahrir al-Sham (HTS) telah berulang kali mengisyaratkan perubahan citranya menolak balas dendam dengan kejam dan meninggalkan hubungan lamanya dengan al-Qaeda.
Washington akan sangat tidak percaya pada kelompok tersebut lantaran telah ditetapkan sebagai organisasi teroris asing.
Namun, beberapa orang dari wilayah tersebut yang berhubungan dekat dengan pejabat AS melihat pendekatan ini sebagai sesuatu yang reduktif, bahkan sinis.
Di sisi lain HTS mendesak Washington untuk merangkul proses transisi di Damaskus dengan mempertimbangkan luasnya oposisi Suriah.
Mouaz Moustafa dari Satuan Tugas Darurat Suriah yang berpusat di Washington telah menggambarkan apa yang sedang terjadi sebagai "kebaikan yang tak terlukiskan" yang tak boleh direduksi oleh Amerika menjadi tindakan satu faksi.
"Ada ruang operasi yang memiliki banyak faksi dengan garis politik yang berbeda, beberapa sekuler, beberapa konservatif, tapi mereka sepakat pada satu hal," ucapnya kepada BBC.
"Mereka akan membebaskan Suriah dari al-Qaeda, ISIS, Iran, Rusia, dan mereka akan memungkinkan orang-orang untuk mendapatkan kembali negara mereka."
Baca juga
Dalam pernyataannya, Presiden Joe Biden mengatakan beberapa kelompok di Suriah "berkata hal yang benar sekarang" tetapi dia akan menilai HTS berdasarkan tindakan mereka.
Sementara Presiden terpilih Donald Trump mengunggah tentang Suriah dengan menggambarkannya sebagai "kekacauan" yang seharusnya tidak melibatkan AS.
"Ini bukan perjuangan kita," kata Trump.
Dalam komentarnya, Trump menyalahkan Obama dan mengatakan Rusia sekarang harus lepas tangan dari negara itu.
"Saya kenal baik Vladimir. Ini saatnya dia bertindak," ujar Trump.
Sebagai presiden pada 2019, Trump secara terang-terangan membuat pengumuman mengejutkan tentang penarikan pasukan AS dari Suriah.
Para pejabatnya secara bertahap menarik kembali rencana itu, karena khawatir akan menyerahkan kendali kepada Rusia dan bangkitnya kelompok ISIS.
Trump mungkin ingin melanjutkan pekerjaannya yang tertunda itu.