Asset Recovery dari Koruptor Bertobat, Pukat UGM: Revisi UU Tipikor dan Sahkan UU Perampasan Aset

Asset Recovery dari Koruptor Bertobat, Pukat UGM: Revisi UU Tipikor dan Sahkan UU Perampasan Aset

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengatakan, jika tujuan pemerintah ingin memulihkan kerugian negara atau asset recovery dari koruptor, strateginya lebih baik merevisi Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Dalam revisi tersebut, kata dia, pemerintah dapat menerapkan illicit enrichment atau pengayaan secara tidak wajar.

"Jadi nanti kalau ada harta kekayaan penyelenggara negara yang tidak wajar, maka harus membuktikan secara terbalik asal-usulnya. Kalau tidak bisa membuktikan, maka dirampas untuk negara, itu illicit enrichment," kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/12/2024).

Lebih lanjut, Zaenur mengatakan, selain revisi UU Tipikor, pemerintah juga dapat mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset untuk melakukan repatriasi aset-aset korupsi yang dilarikan keluar negeri.

"Jadi ini bukan untuk menjerat koruptor seperti Rafael Alun, tetapi menjerat pelaku korupsi yang kabur ke luar negeri misalnya Paulus Tannos atau yang lain, kemudian harta yang di Indonesia itu bisa dilakukan penyitaan," ucap dia.

Di sisi lain, rencana memaafkan koruptor apabila mengembalikan uang yang dicuri kepada negara, berbahaya dan bertentangan dengan UU Tipikor.

Zaenur mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa pengembalian uang negara tidak menghapus pidana dari koruptor.

"Ya, ide ini mungkin punya tujuan baik, tetapi justru berbahaya dan bertentangan dengan Undang-Undang Tidak Pidana Korupsi. Di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31/1999 di sana disampaikan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara itu tidak menghapus pidana," katanya.

Zaenur mengatakan, saat ini tidak diperbolehkan ada pelaku tindak pidana korupsi yang tidak diproses secara hukum hanya karena mengembalikan kerugian negara.

Selain itu, ia menilai, tidak mungkin ada para pelaku tindak pidana korupsi yang mau mengembalikan barang curiannya.

"Mereka (koruptor) tidak akan gentar hanya diancam secara lisan meskipun oleh presiden sekalipun. Karena selama ini mereka sudah lolos dari jeratan aparat pendekat hukum," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto meminta kepada para koruptor untuk mengembalikan apa yang telah mereka curi dari negara.

Jika koruptor mengembalikan apa yang mereka curi, Prabowo menyebut mungkin saja mereka akan dimaafkan.

Hal tersebut Prabowo sampaikan saat bertemu mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024).

"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," ujar Prabowo dalam YouTube Setpres, Kamis (19/12/2024).

Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pernyataan tersebut merupakan bagian dari strategi pemulihan kerugian negara atau asset recovery

Yusril mengatakan, hal itu sejalan dengan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia.

"Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Againts Corruption (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan konvensi tersebut, namun kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Kamis (19/12/2024).

Sumber