Asset Recovery di Balik Pernyataan Prabowo Beri Kesempatan Koruptor Tobat
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan, dirinya membuka peluang untuk memaafkan para koruptor, asal mereka mengembalikan hasil curian yang selama ini diambil dari negara.
Prabowo menyebut dirinya sedang memberi kesempatan kepada para koruptor untuk tobat.
"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," ujar Prabowo saat memberi sambutan di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Kamis (19/12/2024).
Prabowo mengatakan, pemerintah akan memberi kesempatan kepada koruptor mengembalikan hasil curiannya.
Dia menyebut pengembalian hasil curian bisa dilakukan secara diam-diam supaya tidak ketahuan.
"Nanti kita beri kesempatan. Cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya tidak ketahuan. Mengembalikan loh ya, tapi kembalikan," jelasnya.
Prabowo pun menegur para pejabat yang telah menerima fasilitas negara untuk membayar kewajibannya.
Jika mereka taat hukum dan membayar kewajiban, maka apa yang terjadi di masa lalu tidak akan diungkit kembali.
"Kemudian, hai kalian-kalian yang sudah terima fasilitas dari bangsa dan negara, bayarlah kewajibanmu. Asal kau bayar kewajibanmu, taat kepada hukum, sudah, kita menghadap masa depan, kita tidak mungkin ungkit yang dulu," tegas Prabowo.
Sementara itu, kata Prabowo, jika masih ada pejabat yang bandel, maka dirinya akan menegakkan hukum.
Dia turut mengingatkan aparat untuk mengambil sikap tegas, apakah ingin setia kepada bangsa dan rakyat atau dengan pihak lain.
"Kalau setia kepada bangsa, negara, dan rakyat, ayo kalau tidak, percayalah, saya akan bersihkan aparat Republik Indonesia ini. Dan saya yakin dan percaya rakyat Indonesia berada di belakang saya," imbuh Prabowo.
Yusril dan Gerindra Beri Penjelasan
Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra memberi penjelasan soal pernyataan Prabowo memaafkan koruptor yang bertobat itu.
Menurutnya, rencana memaafkan koruptor apabila mengembalikan uang yang dicuri kepada negara merupakan bagian dari strategi pemulihan kerugian negara.
Yusril mengatakan, hal itu sejalan dengan United Nation Convention Againts Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No 7 Tahun 2006.
"Penekanan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian negara (asset recovery)," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Kamis (19/12/2024).
Yusril mengatakan, pernyataan Presiden Prabowo itu menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP Nasional yang akan diberlakukan awal tahun 2026 yang akan datang.
"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya," ujarnya.
Yusril juga mengatakan, jika aset hasil korupsi masih berada di tangan koruptor tanpa ada pengembalian ke negara, tidak akan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi.
Sementara, kata dia, apabila uang hasil korupsi dikembalikan masuk ke APBN, akan dapat membantu menyejahterakan rakyat.
"Kalau hanya para pelakunya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kalau uang hasil korupsi mereka kembalikan, pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke APBN untuk menyejahterakan rakyat," tuturnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman juga berpandangan pernyataan Prabowo itu terkait dengan pengembalian aset atau asset recovery.
"Ya soal pernyataan Pak Prabowo, saya belum baca detail, tapi kalau yang dimaksud Beliau pastinya adalah terkait dengan asset recovery," kata Habiburokhman kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Ketua Komisi III DPR RI ini menilai, tujuan yang dimaksudkan Presiden RI itu terkait pengembalian kerugian negara.
"Jadi tujuan utama dalam pemberantasan korupsi itu at the end (pada akhirnya) adalah bagaimana maksimalisasi asset recovery. Pengembalian kerugian keuangan negara. Nah yang itu selama ini menjadi misteri," ujarnya.
Dia menyampaikan bahwa selama ini, aparat penegak hukum di Indonesia terkenal banyak melakukan penindakan, tetapi minim dalam hal pemulihan kerugian negara.
Habiburokhman mencontohkan penindakan yang dilakukan di KPK maupun Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Dulu KPK dipuji-puji memang karena banyak mengungkap melakukan OTT, tapi kritikannya banyak bahwa dari OTT-OTT tersebut barang buktinya kok cuma sedikit-sedikit, katanya, cuma Rp 50 juta, cuma Rp 100 juta. Nah asset recovery-nya seperti apa," ujarnya.
Menurut dia, Prabowo menyampaikan hal tersebut dengan gaya bicara populer agar bisa dipahami masyarakat.
Dia menyebut, tidak ada maksud Prabowo untuk membebaskan para koruptor.
"Pak Prabowo bicara dengan gaya pop, ya kan, mungkin kita akan, bukan dalam konteks akan membebaskan, tentu saja Beliau akan sangat paham," ungkap Habiburokhman.
"Tapi tentu kalau ada orang melakukan pidana, lalu dia kooperatif dalam mengakui kesalahannya, lalu mengembalikan hasil kejahatan, tentu itu akan menjadi hal-hal yang akan meringankan dalam pemberian hukuman," katanya.
Tuai Kritik
Meski demikian, pernyataan Prabowo itu menuai kritik.
Anggota Komisi III DPR, Nasyirul Falah Amru menegaskan, seorang koruptor harus tetap dihukum.
Falah menyampaikan ini saat ditanyakan soal pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang akan memberikan kesempatan koruptor untuk tobat.
"Ya tentunya kita tetap pada pokok persoalan, namanya koruptor kan tetap harus dihukum, dia harus mengembalikan uang, harus disita, itu kan wajib," kata Falah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/12/2024).
Ia menilai, wacana yang dilontarkan Presiden Prabowo juga merupakan ide yang bagus. Namun demikian, hal ini perlu dikaji lagi.
Hanya saja, para koruptor harus tetap mengembalikan uang yang telah mereka curi sebelum diampuni.
"Tapi kalau sampai ada kebijakan yang lain, ya tentunya nanti kita akan bicarakan lagi. Itu kan sebuah kebijakan yang juga bagus juga sih, tapi kan paling utama kan negara kita negara hukum," ucap Falah.
"Yang paling utama kan ya yang korupsi kan ya harus mengembalikan uang dulu, jangan kemudian langsung dikasih ampunan, kan gitu kan harus kita usut," sambungnya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Zaenur Rohman berpandangan bahwa janji memberikan kesempatan koruptor untuk bertobat berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi.
“Janji-janji itu justru sangat berbahaya. Ini bisa menjadi insentif bagi pelaku tindak pidana korupsi, ‘ah tidak apa-apa korupsi toh bisa diampuni’ gitu kan. Itu menjadi sinyal yang buruk,” kata Zaenur kepada Kompas.com, Kamis (19/12/2024).
Apalagi, Zaenur menyebut bahwa dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Tindak Pidana Korupsi, tegas disebutkan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana.
“Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3,” demikian bunyi Pasal 4 UU Tipikor.
Zaenur juga mengatakan, dalam prakteknya pemberian pengampunan justru akan membuat kesan lemah dari upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Secara praktik tidak mungkin juga pelaku korupsi itu mau mengembalikan hanya karena kata-kata, hanya karena omon-omon. Pelaku korupsi itu akan gentar dengan bentuk penindakan,” ujarnya.
“Jadi, mereka tidak akan gentar hanya diancam secara lisan meskipun oleh Presiden karena selama ini mereka toh sudah lolos dari jeratan aparat penegak hukum,” kata Zaenur lagi.
Oleh karena itu, menurut dia, melakukan penindakan dengan tegas masih merupakan cara paling efektif dalam upaya pemberantasan korupsi.