Aturan ASN Jakarta Boleh Poligami Dinilai Bertentangan dengan Perjuangan Perempuan
JAKARTA, KOMPAS.com - Politikus PDI-P dan Pemerhati Perempuan dan Anak, Diah Pitaloka, mengkritik keputusan Pj Gubernur DKI Jakarta, Teguh Setyabudi, yang mengizinkan aparatur sipil negara (ASN) untuk berpoligami.
Diah menilai kebijakan ini sangat sensitif dan bertentangan dengan perjuangan perempuan di Indonesia.
"Karena aturan tersebut bertentangan dengan semangat perjuangan perempuan Indonesia," ujar Diah dalam keterangannya pada Sabtu (18/1/2025).
Dia menambahkan, banyak perempuan yang merasa kebijakan ini akan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Untuk itu, ia meminta agar kebijakan tersebut ditinjau ulang.
"Kebijakan ini harus ditinjau ulang karena tidak mencerminkan keberpihakan terhadap suara kaum perempuan Indonesia," tegasnya.
Diah juga mengingatkan tentang Kongres Perempuan Indonesia pertama yang diadakan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, yang melahirkan Hari Ibu sebagai bentuk perjuangan perempuan.
"Poligami diketengahkan dalam agenda kongres itu. Artinya, itu menjadi bagian dari suara yang sejak dulu disampaikan oleh kaum Ibu. Lagi pula, mana ada perempuan yang mau dimadu," jelasnya.
Lebih lanjut, Diah menyoroti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menegaskan bahwa Indonesia menganut asas perkawinan monogami.
Dia juga mengkritik pasal yang mengatur bahwa poligami harus mendapatkan persetujuan dari atasan.
"Wewenang tersebut sudah melampaui batas wilayah rumah tangga. Terlebih makin banyak aturannya seolah makin memotivasi PNS untuk melakukan poligami," tambahnya.
Sebelumnya, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 6 Januari 2025 mengatur mekanisme izin bagi ASN yang ingin memiliki lebih dari satu istri.
Dalam aturan ini, ASN pria yang ingin berpoligami diwajibkan memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan pernikahan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 ayat 1.
Jika seorang ASN melanggar aturan tersebut dan menikah tanpa izin, mereka akan dikenakan hukuman disiplin berat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, hukuman tersebut dapat disesuaikan berdasarkan hasil pemeriksaan, dengan mempertimbangkan dampak pelanggaran yang dilakukan.
ASN yang ingin berpoligami juga harus memenuhi beberapa persyaratan.