Auditor BPKP Ungkap PT Timah Dibayangi Pailit karena Utang dan Fraud yang Mungkin Berulang
JAKARTA, KOMPAS.com - Auditor Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Suaedi mengungkapkan bahwa PT Timah Tbk menghadapi risiko pailit jika modus-modus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang berlangsung beberapa tahun terakhir terus berlanjut.
Pernyataan ini disampaikan Suaedi saat dihadirkan sebagai ahli oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara dugaan korupsi yang menjerat suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan rekan-rekannya.
Suaedi menjelaskan bahwa kerugian negara akibat tata kelola PT Timah mencapai Rp 29 triliun, yang disebabkan oleh fraud pada tahap perencanaan, pembelian bijih timah, dan kerja sama sewa smelter.
Ia menambahkan bahwa kecurangan dalam tata kelola timah tersebut berpotensi terulang di masa mendatang.
“Kemungkinan masih ada karena CV-CV mitra itu masih berproses sampai sekarang,” kata Suaedi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).
Selain potensi fraud yang berulang, BPKP juga menemukan bahwa PT Timah memiliki kewajiban perusahaan yang tinggi, berupa utang kepada kreditur.
Kerusakan lingkungan akibat penambangan timah di Bangka Belitung juga membutuhkan biaya besar dan waktu yang lama untuk melakukan reklamasi. PT Timah berpotensi bertanggung jawab untuk melakukan reklamasi.
“Ada tingkat kewajiban perusahaan yang tinggi. Utangnya kan numpuk,” tutur Suaedi.
Dalam persidangan yang melibatkan terdakwa kasus timah lainnya, Suaedi menyebutkan bahwa PT Timah memiliki kewajiban membayar utang sebesar Rp 9 triliun yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 bulan.
Perusahaan negara ini juga dinilai sudah sulit untuk mengajukan pinjaman ke berbagai fasilitas keuangan.
“Nah dari dua ini kami menyoroti jangan sampai, jangan sampai PT Timah itu pailit dan merupakan lingkungan yang rusak,” kata Suaedi.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto, menanyakan tentang risiko pailit PT Timah.
“Yang ini risiko terburuk benar enggak? Risiko terburuknya seperti itu?” tanya Hakim Eko.
“Iya,” jawab Suaedi membenarkan.
“Tadi ada potensi untuk pailit PT Timah seandainya ini tetap dilakukan seperti itu, modus yang seperti itu?” tanya Eko lagi memastikan.
“Betul. Iya,” jawab Suaedi.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Mantan Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi ini bersama-sama dengan crazy rich Helena Lim.
Perkara ini juga turut menyeret suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis yang menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT).
Bersama Mochtar, Harvey diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT Tinindo Internusa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Sariwiguna Binasentosa untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang difasilitasi oleh Helena selaku Manager PT QSE.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.