Babak Baru Alex Marwata Kini Gugat UU KPK ke MK

Babak Baru Alex Marwata Kini Gugat UU KPK ke MK

Pertemuan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dengan pihak beperkara mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto tengah diusut Polda Metro Jaya. Kini babak barunya, Alex Marwata menggugat Undang-undang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dirangkum detikcom, Jumat (8/11/2024), Alex Marwata terseret kasus di Polda Metro Jaya. Polisi tengah mengusut pertemuan Alex Marwata dengan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto di ruang rapat pimpinan KPK pad 9 Maret 2023.

Pertemuan itu terjadi saat nama Eko tengah mencuat akibat gaya hidupnya yang hedonistik. Eko lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus suap dan gratifikasi.

Terbaru, Alex Marwata melayangkan gugatan uji materi ke MK. Alex menggugat Pasal 36 ayat a UU KPK yang berkaitan dengan aturan pimpinan KPK dilarang berhubungan dengan pihak beperkara.

Uji materi itu didaftarkan Alex Marwata ke MK pada Senin (4/11). Selain Alex, ada dua pegawai KPK yang menjadi pemohon, yaitu Lies Kartika Sari selaku Auditor Muda KPK dan Maria Fransiska sebagai Pelaksana Pada Unit Sekretariat Pimpinan KPK.

"Norma yang diuji kontradiktif dengan kewajiban hukum dan tugas dan tanggung jawab jabatan sebagai pimpinan KPK. Sementara di Pasal 6 (UU KPK) dilarang," kata pengacara Alex Marwata, Periati BR Ginting, saat dihubungi, Kamis (7/11/2024).

Berikut Pasal 36 ayat a UU KPK yang digugat Alex Marwata ke MK

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun

Alex menjabarkan sejumlah alasan terkait gugatan uji materi Pasal 36 ayat a ke MK. Dia menilai aturan itu tidak jelas. Alex juga menyinggung kasunya di Polda Metro Jaya yang menggunakan pasal tersebut sebagai dasar hukum.

"Bahwa akibat rumusan norma yang tidak jelas dan tidak berkepastian tersebut dalam Norma Pasal 36 huruf a tersebut, telah menyebabkan peristiwa bertemunya Pemohon dengan seseorang yang secara sengaja menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi dan diterima secara resmi di kantor dengan disertai staf yang membidanginya, pertemuan mana dilakukan sebagai pemenuhan tugas dan kewenangan Pemohon 1 sebagaimana seharusnya Pimpinan KPK bertindak dalam tugas jabatannya," bunyi di gugatan Alex Marwata.

"Pertemuan tersebut selanjutnya oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya dilakukan proses penyelidikan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 36 huruf a ini. Hal ini menunjukkan secara nyata akibat Ketidakjelasan Batasan atau kategori larangan "hubungan … dengan alasan apapun" pada pasal a quo telah menyebabkan Pemohon 1 harus menjadi terlapor atas dugaan tindak pidana. Sehingga akibat norma Pasal 36 huruf a tersebut yang tidak berkepastian hukum, perbuatan yang dilakukan secara beritikad baik bahkan memenuhi kewajiban hukum Pemohon 1 sebagai aparat penegak hukum telah dipandang dan karenanya dilakukan proses penyelidikan atas peristiwa yang dikategorikan telah melanggar ketentuan pasal 36 hurf a UU KPK," sambungnya.

Dalam argumen di gugatan uji materinya, Alex juga menyinggung momen pertemuan mantan Ketua KPK Firli Bahuri dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Alex menyebut dalam pertemuan itu Firli telah meminta SYL untuk pulang. Namun, Firli tetap dianggap melanggar aturan berdasarkan Pasal 36 ayat a UU KPK.

"Pertemuan Firli Bahuri dengan Syahrul Yasin Limpo terjadi pada saat olahraga di pinggir lapangan bulutangkis di Gelanggang Olah Raga (GOR) kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat pada 2 Maret 2022 di mana Syahrul Yasin Limpo menemui Firli Bahuri pada saat berolahraga dan sebatas kesopansantunan Firli Bahuri menanggapi sewajarnya dan meminta Syahrul pulang. Bahwa atas pertemuan tersebut Firli Bahuri dinyatakan bersalah berdasarkan pasal 36 UU KPK. KPK kemudian menahan dan menetapkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun kembali pertemuan tersebut juga dilakukan penyelidikan dan penyidikan hingga Firli Bahuri ditersangkakan salah satunya dengan dugaan pelanggaran terhadap pasal 36 huruf a UU KPK," bunyi gugatan Alex.

Alex juga menyinggung momen komunikasi mantan pejabat Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, dengan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Alex mengatakan komunikasi itu terjadi sebelum Kasdi menjadi pihak berperkara di KPK, namun hal tersebut tetap diusut oleh Dewan Pengawas KPK.

"Dikarenakan adanya komunikasi tersebut, dan Nurul Ghufron dijerat dengan pasal 36 UU KPK dan dijatuhi sanksi sesuai Petikan Putusan Nomor 12/DEWAS/ETIK/04/2024," bunyi gugatan Alex.

Dalam petitumnya, Alex Marwata meminta MK mengabulkan gugatannya dengan menyatakan Pasal 36 ayat a UU KPK tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Berikut bunyi lengkapnya

  1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya2. Menyatakan pada Pasal 36 huruf Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat3. Memerintahkan untuk membuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

Lihat juga Video ‘Alex Marwata Sulit Jadi Pimpinan KPK, Saya Tak Tahu Penyidik Loyal ke Siapa’

[Gambas Video 20detik]

Baca halaman selanjutnya»

Alex menilai langkah itu diambil usai menilai pasal tersebut menjadi alat untuk mengkriminalisasi pimpinan KPK.

"Sebutannya bukan gugatan, tapi permohonan JR (judical review) pasal 36 untuk pimpinan dan pasal 37 untuk pegawai KPK. Apa urgensinya? Pasal itu bagi kami (pimpinan dan pegawai) bisa dijadikan alat untuk mengriminalisasi pimpinan dan pegawai KPK," kata Alex saat dihubungi detikcom.

Pasal 36 ayat a UU KPK memuat aturan pimpinan KPK dilarang berhubungan dengan pihak berperkara. Alex menilai rumusan Pasal 36 ayat a UU KPK tidak jelas hingga menimbulkan multi tafsir.

"UU menyebutkan dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara dengan alasan apa pun. Kalau dengan tersangka sudah jelas perkara sudah di tahap penyidikan dan tersangka sudah ada. Tapi pihak lain itu siapa?," jelas Alex.

"Batasan perkara itu di tahap apa? Dengan alasan apa pun itu apa maknanya? Kalau tidak ada penjelasannya bisa jadi penerapannya pun akan semau-maunya penegak hukum. Apakah laporan masyarakat yang bahkan belum penyelidikan juga dianggap perkara?" sambungnya.

Alex mengakui pasal tersebut hadir untuk menjaga pimpinan dan pegawai KPK terhindar dari konflik kepentingan. Namun, ia berdalih konflik kepentingan itu baru bisa diukur saat kasus yang ditangani KPK menjadi jalan di tempat.

"Kalau pertemuan/komunikasi tidak mengganggu integritas insan KPK dan perkara yang ditangani juga lancar tanpa gangguan/hambatan, apa layak dijatuhi sanksi etik, alih-alih dipidanakan? Saya kira hanya aparat penegak hukum yang tidak memahami esensi dari pasal 36 dan 37 saja yang menganggap setiap hubungan/komunikasi dengan setiap orang yang berurusan dg KPK merupakan perbuatan pidana," tutur Alex.

"Jadi JR (judicial review) yang saya ajukan mewakili pimpinan sekarang maupun yang akan datang. Juga untuk kepentingan insan KPK secara keseluruhan," tambah Alex.

Lihat juga Video ‘Alex Marwata Sulit Jadi Pimpinan KPK, Saya Tak Tahu Penyidik Loyal ke Siapa’

[Gambas Video 20detik]

Sumber