Baca Pleidoi, Bos Smelter Timah Minta Hakim Buka Rekening dan Kartu Kredit yang Diblokir
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), perusahaan smelter timah swasta, Robert Indarto meminta majelis hakim membuka kartu kredit dan rekeningnya yang diblokir penyidik Kejaksaan Agung.
Permintaan ini Robert sampaikan ketika membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Saya dengan ini juga meminta agar akses ke keuangan pribadi saya yang telah disita dan diblokir selama perkara ini berjalan,” kata Robert di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024).
“Dibuka dan kembalikan kepada saya,” imbuh Robert.
Robert mengatakan, penyidik telah memblokir dua kartu kredit BCA, satu kartu kredit American Express, satu kartu kredit UOB PRIVIMiles, dan satu kartu kredit OCBC. Kemudian, tabungan di BCA, OCBX, dan tabungan Bank Capital.
Dalam pembelaannya itu, Robert mengeklaim tidak pernah ikut terlibat dalam perjanjian kontrak kerjasama sewa alat penglogaman antara PT SBS dengan PT Timah Tbk.
Kerjasama itu diketahui masuk delik korupsi yang kini menjerat Robert.
Robert mengaku hanya meneruskan apa yang telah dilakukan direktur sebelumnya, almarhum Juan Setiadi.
Koleganya itu sering mengeluh pembayaran sewa smelter dari PT Timah kerap terlambat. Hal ini membuat Juan bolak balik meminta bantuan pembiayaan.
“Saya tidak pernah ikut cawe-cawe atas pelaksanaan kerjasama tersebut karena Juan Setiadi sering mengeluh mengenai pembayaran PT Timah yang sering terlambat,” ujarnya.
Robert mengaku dirinya menandatangani kontrak perjanjian kerjasama dengan PT Timah Tbk karena saat itu Juan sedang sakit.
Ia mengeklaim tidak pernah mengikuti negosiasi yang dilakukan perusahaannya dan perusahaan smelter swasta lainnya dengan pihak PT Timah Tbk baik di Hotel Novotel Pangkalpinang maupun Hotel Sofia di Jakarta.
“Setelah perjanjian dengan PT Timah ditandatangani, semua pelaksanaannya dikendalikan oleh Bapak Juan Setiadi, tim produksi, tim keuangan, tim administrasi dari PT SBS,” tuturnya.
Sebelumnya, jaksa menuntut Robert dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Jaksa menilai Robert bersalah melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun suatu korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain pidana badan, jaksa juga menuntut Robert membayar uang pengganti Rp 1.920.273.791.788,36 (Rp 1,9 triliun) yang akan diganti 8 tahun penjara jika ia tidak membayar atau tidak memiliki harta untuk dirampas.