Bagaimana Nasib Rezim Iran Setelah Presiden Assad di Suriah Tumbang?
AMBRUKNYA rezim Bashar Al Assad di Suriah secara mendadak dan kilat memicu harapan yang disertai dengan kehati-hatian (cautious optimism) di Iran, terutama di kalangan orang-orang yang kecewa dengan rezim yang otoriter dan melihat perjuangan rakyat Suriah sebagai cerminan dari perjuangan mereka.
Media Jerman, Deutshe Welle (DW), melaporkan, bagi masyarakat Iran, jatuhnya Assad - yang telah berkuasa seperempat abad, jika digabung dengan masa jabatan ayahnya, Hafez Al Assad, menjadi setengah abad - sangatlah penting karena Suriah telah menjadi landasan strategi regional Teheran. Bagi Iran, Suriah melambangkan tidak hanya pengaruh geopolitik tetapi juga model bagaimana sebuah rezim otoriter bertahan dan beradaptasi.
Karena itu, dampak dari perkembangan di Suriah dirasakan di seluruh lanskap sosial dan politik Iran.
Menurut DW, yang mengutip sejumlah pakar dan aktivis, penggulingan Assad telah menghidupkan kembali harapan di kalangan rakyat Iran akan potensi terjadinya perubahan di negara itu, terutama setelah tindakan brutal pemerintah Iran terhadap gerakan “Perempuan, Kehidupan, Kebebasan”, yang menyebabkan ratusan orang tewas dan ribuan orang lainnya dipenjara.
Kekhawatian akan terjadi gerakan perubahan itu telah mendorong Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, mengeluarkan peringatan publik.
“Siapapun yang analisis atau komentarnya membuat rakyat kehilangan semangat akan dianggap telah melakukan kejahatan dan akan dihukum. Beberapa orang telah melakukan hal itu dari luar negeri dengan menggunakan media berbahasa Persia, tetapi tidak seorang pun di dalam negeri boleh melakukan hal seperti itu,” kata Khamenei pekan lalu.
Pernyataan Khamenei itu menggarisbawahi kekhawatiran rezim tentang efek domino, terutama karena penggulingan Assad telah memperlihatkan kerentanan rezim yang merepresi perbedaan pendapat dan sangat bergantung pada dukungan eksternal.
Para pemimpin Iran mungkin khawatir bahwa faktor-faktor yang menyebabkan destabilisasi seperti meluasnya kesulitan ekonomi dan melemahnya aliansi regional sebagaimana yang terjadi di Suriah, dapat berdampak ke Iran dan mengancam stabilitas negara itu.
Hossein Razzagh, aktivis politik dan mantan tahanan yang pernah dipenjara beberapa kali sejak aksi protes Gerakan Hijau tahun 2009, yakin kejatuhan Assad telah meresahkan para pendukung setia Republik Islam Iran.
Para pendukung itu, yang umumnya terdiri dari keluarga para elite penguasa dan mereka yang memiliki hubungan dengan militer dan kelompok ulama, sangat menaruh perhatian pada kelangsungan rezim. Mereka terguncang oleh tumbangnya Assad, salah satu sekutu regional utama rezim tersebut.
“Jatuhnya Assad telah membuat para pendukung garis keras rezim (Iran) terkejut,” kata Razzagh kepada DW. Ia merujuk pada reaksi sejumlah keluarga dari orang-orang yang tewas dalam peperangan untuk rezim di Suriah. Orang-orang yang dikirim ke Suriah itu dikenal di Iran sebagai “Penjaga Tempat Suci” (dalam bahasa Persia disebut Modafe’an-e Haram).
Razzagh mengatakan, "Situasi itu telah mengguncang mesin propaganda Republik Islam Iran. Banyak dari pendukung setia Republik Islam kini bertanya-tanya apakah Iran sendiri berada di ambang kehancuran."
Dia menambahkan, hilangnya kredibilitas rezim saat ini di kalangan pengikut setianya belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan jika dibandingkan dengan peristiwa seperti Gerakan Hijau tahun 2009, protes terkait bahan bakar minyak (BBM) tahun 2019, atau setelah jatuhnya pesawat Ukraine International Airlines dengan nomor penerbangan 752.
Dia mengatakan, “Kondisi psikologis masyarakat saat ini sedemikian rupa sehingga sebuah pemicu, apapun itu, baik itu kematian Khamenei atau kemunduran besar lainnya, dapat menjadi awal dari runtuhnya rezim ini."
Hassan Asadi Zeidabadi, aktivis politik lainnya yang tinggal di Teheran dan seorang pendukung boikot pemilu, menyoroti meningkatnya ketidakpuasan di dalam negeri terkait ketidakefisienan dan korupsi pemerintah.
“Apa yang menyebabkan jatuhnya Assad adalah krisis legitimasi dan ketidakmampuan,” kata dia. Hal yang sama juga terjadi pada pemerintah Iran, yang semakin gagal memenuhi kebutuhan dasar warganya.”
Zeidabadi menyoroti masalah-masalah seperti kekurangan bahan bakar, pemadaman listrik, pembatasan internet dan polusi udara yang parah. Dia menyebut contoh-contoh baru-baru ini seperti pemadaman listrik yang berkepanjangan di kota-kota besar dan tingkat polusi udara yang mencapai rekor tinggi di Teheran.
Krisis yang sedang berlangsung itu telah memicu kemarahan masyarakat dan memperdalam ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Namun, ia berpendapat bahwa Iran mungkin tidak serta merta mengikuti jejak Suriah. “Meskipun dinamika geopolitik dan sejarah Timur Tengah menciptakan nasib yang saling terkait, hal ini tidak secara otomatis menempatkan Iran dalam efek domino,” kata dia.
Mehdi Mahmoudian, aktivis politik dan mantan tahanan politik, mengungkapkan bahwa kredibilitas dan efektivitas Republik Islam Iran merosot. Dia mengaitkan hal itu dengan kegagalan berulang rezim dalam mengatasi masalah-masalah utama di dalam negeri dan hilangnya kepercayaan baik di kalangan rakyat maupun komunitas internasional.
Ia menyoroti ketidakmampuan rezim untuk memenuhi janji-janji bantuan ekonomi atau menjaga pemerintahan yang stabil. Tindakan rezim justru semakin memperdalam kekecewaan masyarakat.
“Rezim itu telah kehilangan legitimasi dan kemampuannya untuk berfungsi,” kata Mahmoudian. “Jatuhnya Assad menyoroti betapa kecilnya daya tawar yang dimiliki Teheran saat ini dalam negosiasi dengan Barat."
Mahmoudian mendesak pemerintah negara-negara Barat mengadopsi pendekatan yang lebih strategis demi mendukung perubahan di Iran. “Fokus Barat sering kali tertuju pada kepentingan ekonomi dengan mengorbankan hak asasi manusia di Iran,” kata dia, sambil menganjurkan sanksi internasional yang lebih kuat yang menyasar kepemimpinan rezim sambil mengurangi pembatasan yang merugikan warga negara itu.
“Ketimbang melakukan intervensi langsung, negara-negara Barat harus fokus pada penguatan masyarakat sipil di Iran,” tambahnya.
Meskipun penindasan keras terhadap perbedaan pendapat telah meningkatkan risiko bagi mereka yang melawan rezim, ada perasaan yang berkembang di kalangan rakyat Iran bahwa peluang perubahan akan muncul, terutama ketika pengaruh Teheran di kawasan berkurang.
Penggulingan Assad telah memperkuat kemungkinan itu. Banyak warga Iran kini bertanya-tanya, apakah momen kerutuhan rezim itu sudah semakin dekat.