Bahlil Masih Berhitung soal Kuota Produksi Nikel 2025 Agar Harga Tak Anjlok

Bahlil Masih Berhitung soal Kuota Produksi Nikel 2025 Agar Harga Tak Anjlok

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara soal isu pengurangan kuota produksi bijih nikel dari 272 juta ton menjadi 150 juta ton pada tahun ini.Bahlil tak membenarkan ataupun menyangkal isu pembatasan produksi nikel itu. Namun, dia mengaku masih mengkaji total kebutuhan salah satu bahan baku baterai tersebut.Dia juga mengatakan akan mendalami terlebih dahulu pengajuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) perusahaan nikel. Menurutnya, pembatasan bisa saja dilakukan demi menjaga harga nikel."Jadi kami tetap menjaga kesinambungan dan harga. Nah, ini hukum permintaan dan penawaran. Bukan berarti semakin banyak RKAB itu semakin baik," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/1/2025).Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu menjelaskan jika kuota produksi nikel terlalu banyak, maka harga nikel bisa jatuh. Menurutnya, jika hal itu terjadi, maka pengusaha pertambangan nikel akan rugi."Jadi jangan sampai kita jor-joran. Yang paling bagus itu adalah RKAB-nya banyak, harganya bagus. Nah, itu ok. Tapi kalau harganya anjlok, kemudian kita kasih RKAB-nya banyak, tambah anjlok lagi [harga nikel]," jelas Bahlil.Sebelumnya, Kementerian ESDM dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk memangkas kuota produksi nikel guna mendongkrak harga nikel di pasaran. Dilansir dari Bloomberg, Jumat (20/12/2024), narasumber yang tak mau disebutkan namanya mengatakan diskusi mengenai besarnya potensi pemangkasan kuota sedang berlangsung di dalam pemerintahan. Sinyal pembatasan produksi nikel juga sempat dilontarkan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno. Dia mengatakan, pembatasan produk nikel kian relevan di tengah tingginya konflik geopolitik saat ini."Nikel kita mulai atur produk apa di pasar jangan sampai over, jadi optimal saja. Nanti kita batasi produk nikel yang jenuh di pasar supaya harga naik," kata Tri dalam acara Bisnis Indonesia Economic Outlook di Jakarta, Selasa (10/12/2024).  Namun, dia tak memerinci kapan pembatasan produk nikel itu bakal berlaku. Tri hanya mengatakan bahwa di tengah konflik global, Indonesia harus memiliki daya tahan. "Saya sepakat tidak baik-baik saja [kondisi dunia], ini challenge bagi kita terutama Indonesia dengan komoditas yang ada bisa berperan lebih," ucapnya.

Adapun, harga nikel global anjlok sebesar 45% pada 2023 dan belum pulih hingga 2024. Melonjaknya pasokan dari Indonesia, yang kini menyumbang lebih dari separuh produksi nikel dunia, dan pertumbuhan permintaan yang lebih lambat dari perkiraan telah membebani pasar dan memaksa beberapa produsen di negara lain untuk menghentikan operasinya.

Sumber