Bamsoet Bicara Pentingnya Optimalisasi Teknologi Digital di Pasar Karbon
Ketua Dewan Pembina Indonesia Carbon Trade Association sekaligus anggota DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menuturkan Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam seperti hutan hujan tropis dan gambut, memiliki potensi besar menjadi pemain utama dalam pasar karbon global. Pada bulan September 2023, pemerintah Indonesia telah mendirikan Bursa Karbon Nasional (IDXCarbon) diharapkan dapat memfasilitasi perdagangan karbon yang lebih teratur dan efisien.
Namun, realitas pasar karbon di Indonesia saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti ketidakpastian regulasi, ketidakterbukaan data, rendahnya kepercayaan antara pihak-pihak terlibat kerap menghambat pertumbuhan pasar karbon yang kredibel, dan kompetitif. Hal itu diungkapkan oleh Bamsoet saat menyampaikan pidato kunci dalam Carbon Digital Conference 2024 di Jakarta, hari ini.
Hadir sebagai pembicara antara lain Ketua Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia Riza Suarga, mantan Menteri Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan RI Dida Mighfar Ridha, Penasehat Kebijakan Iklim International IETA Bjorn Fonden, serta Direktur Divisi Mitigasi Karbon dan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura Wee Wei.
"Dengan memanfaatkan teknologi modern, Indonesia akan dapat menjadi pemimpin dalam pasar karbon global, mendukung pencapaian target pengurangan emisi secara efektif, serta menciptakan sistem perdagangan karbon yang transparan dan berkelanjutan. Melalui integrasi teknologi canggih seperti blockchain, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI), berbagai tantangan yang selama ini menghambat pasar karbon akan lebih mudah untuk diatasi," ujar Bamsoet dalam keterangan, Selasa (10/12/24).
Bamsoet memaparkan, teknologi blockchain, misalnya, dapat meningkatkan transparansi dan integritas dalam sistem perdagangan karbon. Kehadiran catatan transaksi yang tidak dapat dimanipulasi, semua transaksi karbon yang dilakukan dapat dilacak secara real-time, mengurangi risiko penipuan dan memastikan bahwa pengurangan emisi yang dilaporkan adalah akurat.
"Salah satu contoh implementasi teknologi ini adalah penggunaan IoT untuk pemantauan hutan. Sensor yang terpasang di hutan dapat mengumpulkan data tentang kondisi hutan secara terus-menerus, seperti tingkat deforestasi, kesehatan pohon, serta emisi yang dihasilkan. Sistem berbasis cloud dapat mengintegrasikan data ini untuk memberikan laporan yang dapat diakses oleh pemangku kepentingan, seperti pemerintah dan investor, guna menilai keberhasilan program-program pengurangan emisi," ungkap Bamsoet.
Dia menambahkan inovasi digital juga dapat meningkatkan akuntabilitas di pasar karbon. Penerapan sistem yang memungkinkan partisipasi masyarakat dalam proses pengelolaan dan pelaporan, kesenjangan informasi dapat diminimalkan. Program Perhutanan Sosial yang digulirkan oleh pemerintah Indonesia sebagai bagian dari pengakuan hak masyarakat lokal, dapat diperkuat dengan penggunaan aplikasi mobile yang memungkinkan warga untuk melaporkan perubahan dalam penggunaan lahan secara langsung.
"Digitalisasi pasar karbon juga dapat membuka akses bagi lebih banyak pelaku ekonomi, termasuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), untuk berpartisipasi dalam perdagangan karbon. Platform digital yang menawarkan pelatihan dan pendampingan kepada UKM dalam memahami dan mengikuti prosedur pasar karbon dapat mendorong inklusivitas dan memperluas jaringan perdagangan karbon di Indonesia," tutup Bamsoet.