Banjir Mengintai di 2025, BNPB Imbau Pembangunan Infrastruktur Keairan Sesuai Astacita Presiden Prabowo

Banjir Mengintai di 2025, BNPB Imbau Pembangunan Infrastruktur Keairan Sesuai Astacita Presiden Prabowo

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau agar infrastruktur keairan dibangun sesuai dengan Astacita Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya membangun infrastruktur yang berketahanan bencana.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengungkapkan bahwa bencana banjir masih menjadi ancaman serius bagi Indonesia pada tahun ini.

Banjir sering kali menyebabkan kerusakan pada berbagai infrastruktur, termasuk jembatan dan tanggul sungai.

"Tapi kita tekankan untuk 2025 dari sisi infrastruktur, tentu kita harus memperkuat infrastruktur keairan kita supaya benar-benar bisa tahan dan sesuai Astacita membangun infrastruktur yang berketahanan bencana," kata Abdul, dalam tayangan YouTube BNPB Indonesia bertajuk "Disaster Briefing Update Data Bencana Sepekan", pada Senin (13/1/2025).

Abdul memaparkan, bahwa jembatan adalah infrastruktur yang paling banyak diminta perbaikan setelah terjadinya bencana banjir.

Namun, ia menyoroti bahwa banyak jembatan di beberapa wilayah yang kurang kokoh dan dibangun tanpa mempertimbangkan tingginya debit air.

"Jadi kalau misalnya jembatan sudah dilimpasi sama air seperti ini, kalau misalnya arus air sama tinggi dengan jembatan, daya dorong daya hancur arus itu lebih tinggi," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa jembatan harus dibuat lebih tinggi dan fondasi kaki jembatan juga harus diperkuat, mengingat hancurnya jembatan akibat banjir bisa disebabkan oleh hantaman langsung maupun penggerusan pada bangunan kaki di bawahnya.

Selain jembatan, Abdul juga menekankan pentingnya memperhatikan pembangunan tanggul sungai.

Ia mengingatkan kembali insiden jebolnya tanggul sungai di Demak, Jawa Tengah, pada awal 2024.

Tanggul tersebut sempat diperbaiki, namun kembali jebol dalam waktu kurang dari satu bulan.

"Karena jebolnya tanggul ini airnya menggenangi Pantura. Sehingga akses logistik dari barat ke timur terputus. Nah, ini berhasil ditutup, tapi kemudian tidak sampai satu bulan jebol lagi di titik yang sama. Memang kondisi debit airnya sangat tinggi, intensitas hujan sangat tinggi. Tapi, ini tentu jadi perhatian kita, bahwa penguatan struktur eksisting di daerah rawan banjir harus lebih baik," ungkap Abdul.

Ia berharap tidak ada lagi tanggul tanah di beberapa wilayah yang rawan bencana.

Hingga kini, masih banyak daerah yang menggunakan tanggul berbahan tanah, bukan beton.

"Rata-rata tanggul kita kalau di Jakarta sebagian tanggulnya sudah tanggul beton, tapi di beberapa daerah masih tanggul tanah. Nah ini yang mungkin perlu ada penguatan-penguatan dan sekali lagi itu apakah tinggi tanggulnya, kekuatan tanggulnya itu harus melewati debit banjir baik 5 tahun, 10 tahun atau 50 tahun," ujar dia.

"Jadi ketika kondisi hujan ekstrem, debit sungai ekstrem, tanggul masih bisa bertahan," tutupnya.

Sumber