Banjir Rob di Pesisir Jakarta, Apa yang Dilakukan Pemprov?
JAKARTA, KOMPAS.com - Wilayah pesisir Jakarta semakin "tenggelam" karena banjir rob berkepanjangan.
Muara Angke merupakan wilayah yang paling terasa dampaknya.
Daratan pesisir yang berada lebih rendah dibandingkan ketinggian permukaan laut menandakan wilayah ini terancam oleh masalah penurunan permukaan tanah.
Kapusdatin Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta, Mohamad Yohan, menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan banjir rob semakin sering terjadi.
Selain karena faktor perubahan iklim, daerah pesisir yang lebih rendah memiliki risiko lebih besar terhadap banjir rob.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi banjir rob di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu akan berlangsung hingga 20 Desember 2024.
Pemprov salurkan bantuan
Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi mengatakan, Pemprov bakal menggandeng Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara (AU) dalam penyaluran bantuan korban banjir rob di Kepulauan Seribu.
Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jakarta memiliki kapal khusus yang dapat berlayar dalam kondisi ekstrem.
Bantuan TNI AU dibutuhkan jika cuaca semakin memburuk.
"Tetapi, kalau cuaca jelek (ekstrem) sekali, kami akan berkoordinasi dengan TNI AU, pasti Insya Allah, tidak ada masalah," ujar Teguh saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2024).
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jakarta, Premi Lasari mengatakan, pihaknya juga telah menyiapkan anggaran untuk membantu penyaluran bantuan sosial (bansos).
"Kami sudah siap. Termasuk juga nanti kalau dari Kabupaten Kepulauan Seribu membutuhkan, kami bekerjasama dengan Dishub, langsung bisa mensuplai bantuan sosial," kata Premi.
Tenaga bantuan sosial dari Dinsos juga siap siaga di lokasi untuk pendampingan dalam penyaluran bantuan sosial.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta, Maruli Sijabat memastikan pihaknya telah disiapkan untuk membantu penyerahan bansos pangan.
"Personel kami di sana, beserta dengan peralatannya, termasuk juga buffer stock yang kami siapkan, bila mana terjadi peningkatan kebutuhan terkait dengan pangan maupun sandang," kata Maruli.
Pembangunan tanggul pantai sebagai solusi utama untuk menahan air laut pasang naik ke permukaan daratan masih belum selesai pengerjaannya.
Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, menjelaskan bahwa area yang terdampak banjir rob umumnya adalah wilayah yang belum memiliki tanggul pantai.
"Ini (yang terdampak banjir rob) adalah area yang belum terbangun tanggul pantai. Kalau tanggulnya itu belum terbangun, rob pasti masuk," ujar Teguh di Balai Kota Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2024).
Proyek tanggul sepanjang 39 kilometer ini melibatkan kerja sama antara Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pemprov DKI Jakarta.
Namun, penyelesaiannya tertunda hingga 2030, dari rencana awal 2028.
"Kami mencoba menyelesaikannya. Yang bisa kami lakukan adalah bagaimana pada saat rob itu terjadi, Pemprov tidak berdiam diri," tambah Teguh.
Selain pembangunan tanggul, Dinas SDA Jakarta juga memperkuat sistem polder pengendali rob yang dilengkapi dengan bendung karet untuk menahan air laut agar tidak kembali meluap ke daratan.
Program ini diharapkan mampu menahan air laut ketika fase pasang terjadi, terutama saat bulan purnama atau kondisi cuaca ekstrem.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan progres pembangunan tanggul proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) terhambat.
Kendala pertama yakni pengadaan barang dan jasa terkait proyek pembangunan, sehingga pembangunan tanggul molor hingga 2030 dari target awal 2028.
"Faktor kedua, pemerintah membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan desain pembangunan tanggul juga mengakomodasi kebutuhan para nelayan dalam menambatkan kapalnya," kata Ika.
Proyek pembangunan tanggul ini perlu koordinasi dengan nelayan di pesisir pantai agar kebutuhan mereka tetap terpenuhi.
Dinas SDA perlu memastikan tambatan kapal di area tanggul tidak menghalangi alur pelayaran serta penyediaan area penempatan ikan hasil tangkapan.
"Karena itu, kami perlu waktu untuk mengkoordinasikan itu semua, sehingga targetnya agak sedikit mundur sampai tahun 2030," ujar dia.