Batam Diminta Hentikan Kartu Pertalite karena Bentrok dengan Barcode Pertamina
BATAM, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Batam diminta meniadakan rencana kartu pengendali BBM jenis subsidi, atau Fuel Card 5.0 khusus Pertalite yang kini tengah melalui masa uji coba oleh Disperindag Kota Batam sejak Kamis (15/1/2025) kemarin.
Penerapan Fuel Card 5.0 dinilai kontraproduktif di saat pemerintah telah menerapkan aturan QR Code Pertamina untuk pembelian BBM jenis Pertalite.
"Penerapan Fuel Card 5.0 itu membingungkan, tujuannya untuk apa juga kita nggak tahu. Bukankah QR Code Pertamina sudah ada untuk mengendalikan pembelian Pertalite," ujar Harianto, salah satu warga Batam yang ditemui di kawasan Batam Center, Senin (20/1/2025).
Penilaian kontraproduktif ini juga datang setelah aturan Fuel Card 5.0 yang wajib menggunakan kartu dari pihak perbankan yang bekerja sama.
Kepemilikan Fuel Card 5.0 yang terkesan dipaksakan juga menjadi salah satu hal yang dikeluhkan oleh Harianto, mengingat bahwa penggunaan kartu ini ditujukan untuk pembayaran transaksi pembelian Pertalite.
"Jadi dipaksa untuk menjadi nasabah bank tertentu, dengan biaya administrasi lagi. Kalau memang nasabah tidak masalah, namun harus diwajibkan bagi kaum pekerja tentu akan buang masa jatuhnya, karena harus melakukan pengurusan lagi," lanjutnya.
Sebagai pemilik kendaraan roda empat, program Pemkot Batam ini juga dinilai semakin membuat repot masyarakat, terutama di saat aturan pembayaran Pertalite diwajibkan untuk menggunakan Fuel Card 5.0.
"QR Code Pertamina saja sebenarnya sudah ribet. Harus print barcode untuk ditempel di mobil. Belum lagi kalau lupa bawa handphone dan tidak punya barcode print. Kalau ditanya saya sebagai pemilik kendaraan, sebaiknya ditiadakan saja. Kenapa tidak buat program yang simpel, namun pengawasan ketat kalau itu alasan utamanya," ujarnya.
Hal yang sama juga dirasakan Adi, di mana kini untuk pembelian Pertalite, konsumen di Kota Batam akan diwajibkan untuk membawa Fuel Card 5.0.
"Kan sudah ada Barcode Subsidi Tepat punya Pertamina. Kenapa ada Fuel Card lagi. Jadi kalau mau bayar jadi harus tunjuk dua-duanya. Ribet kali," katanya.
Program ini dinilai sangat berbanding terbalik dengan program pemerintah pusat, yang sudah mulai mewajibkan pembayaran digital dan kini telah dapat dilakukan di beberapa SPBU di Kota Batam.
"Sementara pembayaran di SPBU sudah bisa pakai QRIS atau bentuk pembayaran digital lain. Kenapa program daerah tidak disatukan saja ke program pusat sih," ujarnya.
Penilaian program Fuel Card 5.0 kontraproduktif juga datang dari Anggota Komisi II DPRD Batam, Mangihut Rajagukguk.
Walau menyebut program Fuel Card bagi Pertalite ini merupakan satu-satunya program pembelian Pertalite di Indonesia, ditambah lagi dalam pengurusannya masyarakat kembali dibebankan biaya sebesar Rp25 ribu setiap bulannya.
Hal ini sangat memberatkan masyarakat.
"Kami Komisi II sudah bertemu dengan Pertamina, ternyata tidak ada aturannya seperti itu dan Pertamina juga tidak setuju. Kami akan memanggil Disperindag dalam waktu dekat," jelasnya melalui sambungan telepon, Senin (20/1/2025).
Selain itu, pihaknya turut mempertanyakan pembatasan perbankan yang bekerja sama dalam pengadaan Fuel Card 5.0.
"Kenapa tidak seluruh bank, kenapa harus memilih 3 bank saja," ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam, saat ini pihaknya telah menyediakan 23.372 kartu kendali pembelian Pertalite atau Fuel Card 5.0, dari total 25.398 kartu kendaraan yang terdaftar di Kota Batam.
Dengan rincian Bank Sumut sebanyak 9.559 kartu, Bank Bukopin 10.206 kartu, dan CIMB Niaga 3.607 kartu.
Disperindag sendiri menargetkan akan mengeluarkan total 210.000 kartu kendali dari tiga perbankan yang bekerja sama dengan Pemkot Batam.