Bawaslu Jateng Tangani 46 Pelanggaran Pilkada, 2 Kasus Pidana Diproses Gakumdu

Bawaslu Jateng Tangani 46 Pelanggaran Pilkada, 2 Kasus Pidana Diproses Gakumdu

SEMARANG, KOMPAS.com - Bawaslu Jawa Tengah menangani 46 kasus pelanggaran selama masa Pemilu Kepala Daerah (Pilkada) Jateng. Lalu, sebanyak dua kasus pelanggaran pidana masih diproses sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu).

Koordinator Divisi Penanganan dan Pelanggaran Bawaslu Jateng, Achmad Husain mengatakan mulanya ada 55 kasus yang terdiri dari 43 temuan dari timnya dan 12 laporan dari luar Bawaslu.

Namun setelah diproses, hanya 46 kasus yang dinyatakan sebagai pelanggaran selama Pilkada.

"Akhirnya ada 46 pelanggaran. yang sisanya kan otomatis bukan pelanggaran ya. Karena mungkin kurang bukti atau mungkin tidak memenuhi syarat materiil dan sebagainya," ujar Husain melalui sambungan telepon, Rabu (6/11/2024).

Dia membeberkan dari 46 pelanggaran itu, sebanyak 21 masuk kategori pelanggaran administrasi. Lalu 13 kasus pelanggaran kode etik dan 12 pelanggaran hukum lainnya.

Pelanggaran netralitas ASN dan kepala desa termasuk dalam kategori pelanggaran hukum lainnya.

"Nah, kemudian untuk (pelanggaran) pidana belum masuk ke rekapitulasi ini karena memang masih dalam proses karena belum selesai," ungkap dia.

Husain mengatakan saat ini terdapat dua kasus pidana pemilihan yang sudah naik ke tingkat penyidikan atau SPKT. Satu kasus terjadi di Karanganyar dan lainnya di Purbalingga.

"Kalau Purbalingga itu (netralitas) kades, cuma (kejadian) dia jauh hari, tidak dalam konsolidasi (kades yang masif belakangan) itu. Kalau sangkaan pasalnya, tindakan menguntungkan, bukan money politik," kata dia.

Kasus kades di Purbalingga itu terbukti melanggar Pasal 71 juncto Pasal 188. Dia menyampaikan kasusnya waktu itu ialah tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.

"Sedangkan yang di Karanganyar itu perusakan alat peraga kampanye oleh seseorang," lanjut Husain.

Lebih lanjut, dia mengatakan pelanggaran administrasi yang mendominasi jenis kasus itu telah ditangani dengan sanksi berupa teguran, peringatan dan sebagainya.

"Ya kalau administrasi itu pelanggaran terhadap tata cara prosedur, rekomendasi kita ke KPU. Apabila yang menyalahi atau melanggar itu paslon, maka nanti KPU memberikan teguran atau peringatan kepada paslon atas rekomendasi dari Bawaslu," tutur dia.

Sementara pelanggaran kode etik itu terjadi di kalangan penyelenggara pemilu, baik jajaran KPU maupun Bawaslu. Termasuk PPK, PPS, Panwascam, PKD, KPPS, dan lainnya.

"Kalau jenis pelanggaran hukum lainnya itu rata-rata soal netralitas ASN, kepala desa, perangkat desa," tandas dia.

Sumber