Bawaslu Kotim Selidiki Pelanggaran Netralitas Kades di Pilkada 2024, Siapa Saja yang Terlibat?
PALANGKA RAYA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) sedang menyelidiki laporan dugaan pelanggaran netralitas yang melibatkan sejumlah aparat desa di daerah tersebut.
Laporan ini muncul setelah beredarnya sebuah video yang menunjukkan 10 orang aparat desa, termasuk kepala desa (kades), anggota badan permusyawaratan desa (BPD), ketua RT, dan anggota panitia pemungutan suara (PPS), mendeklarasikan dukungan kepada salah satu pasangan calon (paslon) dalam Pilkada Kotim.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kotim, Dedy Irawan, mengungkapkan bahwa laporan tersebut diterima pada Kamis (31/10/2024) dari tim hukum salah satu paslon.
"Yang dilaporkan 10 orang, terdiri dari kades, BPD, RT, kemudian anggota PPS. Semua dilaporkan diduga melanggar Undang-Undang pemilihan, seperti pelanggaran netralitas ASN dan seterusnya," jelas Dedy saat dihubungi Kompas.com melalui telepon, Jumat (1/11/2024).
Dalam laporan itu, Dedy menyatakan bahwa pihak pelapor telah menyerahkan bukti berupa video yang menunjukkan kegiatan deklarasi dukungan oleh para terlapor, yang diduga dilakukan di rumah pemenangan salah satu paslon di Kota Sampit.
"Satu video saja, dugaan deklarasi, memang video itu sudah tersebar," ucapnya.
Saat ini, Bawaslu Kotim sedang mengkaji laporan tersebut beserta pasal-pasal yang mungkin dilanggar oleh terlapor.
"Kami masih memeriksa, apakah mereka itu memang kades, BPD, hingga RT. Apakah ketiga pejabat itu masuk perangkat desa, juga masih kami kaji," tambah Dedy.
Terkait sanksi bagi kades yang terbukti melanggar netralitas, terdapat dua jenis sanksi yang dapat diterapkan, yaitu sanksi pidana dan sanksi netralitas.
Sanksi pidana dapat dikenakan jika kades terbukti melanggar sesuai dengan ketentuan Pasal 71 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Pilkada.
Sementara untuk ASN, Bawaslu akan memberikan rekomendasi sanksi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Namun, untuk kades, ini menjadi kewenangan bupati. Jika melanggar netralitas, kami akan merekomendasikan kepada pejabat berwenang, seperti bupati," jelas Dedy.
Bagi anggota PPS, jika terbukti tidak netral karena mendukung salah satu paslon, Bawaslu akan mengirimkan surat rekomendasi ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk diberikan sanksi.
Dedy menjelaskan bahwa selama dua hari sejak laporan masuk, pihaknya akan mengkaji isi laporan terkait dugaan pelanggaran netralitas.
Jika laporan dapat diregistrasi, Bawaslu Kotim akan memanggil para terlapor untuk memberikan klarifikasi.
"Dua hari, besok kami putuskan, apakah perkara ini bisa kami registrasi, atau perlu ada perbaikan laporan dulu oleh pelapor dengan tenggat waktu dua hari lagi," ungkapnya.
Dia juga mengimbau agar kades dan ASN menghindari keterlibatan dalam kegiatan politik praktis.
"Silakan gunakan hak pilihnya dengan bijak, tetapi jangan terbuka mendukung salah satu paslon," tegas Dedy.