Bawaslu Usut Dugaan Penggunaan Fasilitas Negara dan Penyalahgunaan Kewenangan di Pilkada Kotim
PALANGKA RAYA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Tengah (Kalteng) mengusut dugaan pelanggaran pemilihan kepala daerah (pilkada) yang terjadi di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Dugaan pelanggaran itu berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan dan penggunaan fasilitas negara oleh salah satu pasangan calon (paslon).
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kalteng, Nurhalina menjelaskan, pihaknya menerima dua laporan terkait dugaan pelanggaran pilkada di Kotawaringin Timur.
Laporan dugaan pelanggaran itu fokus tertuju pada salah satu paslon di pilkada kabupaten setempat.
“Laporan pertama kami terima sebelum pencoblosan, itu termasuk dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), namun sudah kami bacakan sidang pendahuluan pada 28 November kemarin, intinya tidak bisa ditindaklanjuti karena materinya tidak memenuhi syarat,” jelas Nurhalina kepada Kompas.com di Palangka Raya, Rabu (11/12/2024).
Laporan yang diajukan itu memenuhi syarat secara formil namun tidak secara materil. Sebab, beberapa dalil dan peristiwa yang disangkakan itu tidak memenuhi syarat dugaan pelanggaran TSM.
Pelanggaran dapat dikatakan terstruktur karena melibatkan penyelenggara atau aparat pemerintahan, sistematis karena harus terjadi di minimal 50 persen wilayah, dan dilakukan secara masif.
“Obyek TSM hanya berkaitan dengan politik uang, pelakunya harus melibatkan penyelenggara atau aparat, kemudian wilayah terdampaknya minimal terjadi di 50 persen kecamatan,” ujarnya.
Setelah laporan tidak bisa ditindaklanjuti, pelapor yang sama kembali mengadukan dugaan pelanggaran itu pada beberapa hari usai pencoblosan, dengan terlapor yang juga pula.
Laporan itu juga masih dengan dugaan yang sama, yakni jenis pelanggaran yang masuk kategori TSM.
“Hanya saja dalam Undang-undang Pilkada batas waktu pelaporan dugaan pelanggaran TSM itu sebelum pungut hitung, karena dilaporkan setelah pencoblosan, maka mekanisme tindakan kami jalankan seperti penanganan pelanggaran pada umumnya,” kata Nurhalina.
Adapun dugaan-dugaan pelanggaran yang dilaporkan itu adalah terkait dengan penggunaan fasilitas negara dan penggunaan kewenangan atau program pemerintah untuk menguntungkan salah satu paslon.
“Ada laporan penggunaan fasilitas negara dan program yang menguntungkan salah satu paslon, ini terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 71 UU Pilkada,” jelasnya.
Pada laporan kedua tersebut, pelapor memasukkan bukti-bukti dan dalil-dalil baru yang menguatkan adanya dugaan pelanggaran. Kasus tersebut saat ini sedang ditangani oleh Bawaslu Kotawaringin Timur.
“Saat ini dilakukan kajian oleh Bawaslu Kotawaringin Timur, masih klarifikasi para terlapor,” ujarnya.
Jika terbukti melanggar hingga sampai pada tindak pidana, kata Nurhalina, persoalan itu bisa menggagalkan kemenangan paslon yang dilaporkan.
“Kalau di pasal 71 itu pelanggarannya pidana, terus kalau dia petahana, kemenangannya bisa dibatalkan,” pungkasnya.
Pilkada Kotawaringin Timur diikuti tiga pasangan calon. Nomor urut 1 adalah Halikinnor-Irawati yang merupakan petahana. Lalu pasangan nomor urut 2 Sanidin-Siyono, dan nomor urut 3 Muhammad Rudini Darwan Ali-Paisal Damarsing.