Beda Nasib Presiden Korsel dan Eks Menhan Usai Darurat Militer
Nasib berbeda dialami Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol dengan mantan Menteri Pertahanan Korsel Kim Yong-hyun. Yoon selamat dari pemakzulan, sementara Kim ditangkap dan ditahan kejaksaan.
Yoon lolos dari upaya pemakzulan yang digulirkan oleh oposisi di Parlemen Korsel. Upaya pemakzulan itu merupakan buntut pengumuman darurat militer kontroversial pada Selasa (3/12/2024) malam.
Darurat militer itu dicabut pada Rabu (4/12) dini hari. Pencabutan darurat militer dilakukan setelah anggota Parlemen Korsel menggelar voting yang menuntut pencabutan darurat militer.
Pada Sabtu (7/12) malam, parlemen menggelar rapat untuk menggulingkan Yoon dari kursi Presiden Korsel. Namun, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang menaungi Yoon, memboikot pemungutan suara melalui aksi walkout hampir seluruh anggota parlemen PPP.
Tayangan siaran langsung televisi setempat dari ruang sidang pleno, seperti dilansir AFP, menunjukkan para anggota parlemen yang hadir mulai memberikan suara mereka secara rahasia. Saat itu, tidak diketahui secara jelas apakah ada cukup suara anggota parlemen untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut.
Berdasarkan aturan yang berlaku, dibutuhkan dua pertiga mayoritas suara anggota parlemen atau sekitar 200 anggota dari total 300 anggota parlemen untuk meloloskan mosi pemakzulan Presiden Korsel. Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, dan partai-partai oposisi kecil lainnya secara total menguasai 192 kursi dalam parlemen.
Artinya, butuh delapan anggota parlemen dari PPP untuk mendukung mosi pemakzulan tersebut. PPP sendiri menguasai 108 kursi di parlemen Korsel.
PPP pun menggunakan strategi boikot untuk mencegah pembelotan anggotanya karena pemungutan suara pemakzulan dilakukan melalui pemungutan suara yang anonim. Dari 108 anggota parlemen Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa, 107 telah meninggalkan ruang pemungutan suara.
Laporan AFP menyebut hanya ada satu anggota parlemen PPP yang tetap duduk di kursinya ketika rekan-rekannya yang lain melakukan walk out. Proses voting sendiri tetap digelar, namun jumlah anggota parlemen yang menyetujui pemakzulan Yoon tidak mencukupi batas minimal yang diatur.
Akhirnya, pemakzulan Yoon gagal. Dilansir Yonhap News Agency, kurangnya kuota forum (kuorum) itu membuat Yoon Suk Yeol selamat dari pemakzulan yang memalukan.
Partai oposisi utama Korsel pun mengaku akan mencoba lagi upaya memakzulkan Yoon. Dilansir AFP, Minggu (8/12), Yoon juga sedang diselidiki atas tuduhan pemberontakan.
Lee Jae-myung, pemimpin Partai Demokrat (DP) yang merupakan oposisi utama, mengatakan mereka akan mencoba lagi pemakzulan pada 14 Desember. Dia mengatakan hanya ada dua pilihan bagi Yoon, mundur atau dimakzulkan.
"Yoon, pelaku utama di balik pemberontakan dan kudeta militer yang menghancurkan tatanan konstitusional Korea Selatan, harus segera mengundurkan diri atau dimakzulkan tanpa penundaan," kata Lee.
"Pada tanggal 14 Desember, Partai Demokrat kami akan memakzulkan Yoon atas nama rakyat," sambungnya.
Sebagai imbalan atas pemblokiran pemakzulan, Partai Kekuatan Rakyat mengatakan mereka telah ‘secara efektif memperoleh janji dari Yoon untuk mengundurkan diri’.
"Bahkan sebelum presiden mengundurkan diri, dia tidak akan mencampuri urusan negara, termasuk urusan luar negeri," kata pemimpin PPP Han Dong-hoon pada hari Minggu setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Han Duck-soo.
"Ini akan meminimalkan kebingungan bagi Korea Selatan dan rakyatnya, menyelesaikan situasi politik secara stabil dan memulihkan demokrasi liberal", kata Han.
Namun Lee dan juru bicara Majelis Nasional Woo Won-shik yang sama-sama dari partai oposisi bersikeras darurat militer yang sempat diterapkan merupakan tindakan ilegal. Dia mengatakan Yoon telah melakukan pelanggaran konstitusi.
"Bagi perdana menteri dan partai yang berkuasa untuk bersama-sama menjalankan kewenangan presidensial, yang tidak diberikan kepada mereka oleh siapa pun, tanpa berpartisipasi dalam proses konstitusional untuk menangani darurat militer yang tidak konstitusional, merupakan pelanggaran yang jelas terhadap konstitusi," kata Woo.
"Kekuasaan presiden bukanlah milik pribadi Presiden Yoon Suk Yeol Bukankah ini kudeta lain yang menghancurkan tatanan konstitusional?" sambungnya.
Yoon sudah meminta maaf atas ‘kecemasan dan ketidaknyamanan’ yang disebabkan oleh deklarasi darurat militer pada Selasa (3/12) malam. Namun, dia tidak mengundurkan diri dengan mengatakan bahwa dia akan menyerahkan nasibnya kepada partainya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Nasib berbeda dialami oleh eks Menhan Korsel Kim. Dilansir Reuters, Minggu (8/12), kantor berita Yonhap melaporkan tim investigasi khusus kejaksaan telah memeriksa Kim, yang secara sukarela hadir di Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul sekitar pukul 01.30 dini hari ini waktu setempat.
CNN melaporkan Kim juga telah ditahan usai pemeriksaan itu. Pemeriksaan dilakukan setelah tiga partai oposisi minoritas mengajukan pengaduan ke jaksa penuntut terhadap Yoon, Kim, dan komandan darurat militer Park An-su. Mereka menuduh tiga orang itu melakukan pemberontakan.
Kim dianggap sebagai tokoh utama di balik pengumuman deklarasi darurat militer yang kontroversial oleh Presiden Yoon. Dia kemudian mundur setelah darurat militer dicabut dan membuat situasi politik Korsel menjadi tidak menentu.
Jika terbukti bersalah, kejahatan memimpin pemberontakan dapat dihukum mati atau penjara seumur hidup, dengan atau tanpa kerja paksa. Anggota parlemen oposisi menuduh Yoon memobilisasi pasukan militer untuk memblokir pemungutan suara oleh anggota parlemen yang berusaha membatalkan apa yang mereka katakan sebagai dekrit darurat militer yang tidak konstitusional.
Polisi nasional juga telah menggerebek kantor Kim sebagai bagian dari penyelidikan atas klaim pengkhianatan terhadap Yoon dan menteri-menteri utama. Dalam sebuah pernyataan pada Rabu (4/12), Kim mengatakan bahwa ‘semua pasukan yang melaksanakan tugas terkait darurat militer bertindak atas instruksi saya, dan semua tanggung jawab berada di tangan saya’.
Jaksa Agung Korsel Shim Woo-jung mengatakan jaksa berencana untuk menyelidiki tuduhan pemberontakan terhadap Yoon setelah adanya pengaduan. Yoon sebenarnya memiliki sebagian kekebalan dari penuntutan saat menjabat, namun hal itu tidak berlaku untuk tuduhan pemberontakan atau pengkhianatan.
Kementerian Pertahanan mengatakan telah menangguhkan tiga komandan militer atas dugaan keterlibatan mereka dalam pemberlakuan darurat militer. Mereka termasuk di antara mereka yang menghadapi tuduhan pemberontakan yang diajukan oposisi.